Anggota Fraksi PAN DPR RI Prof Zainuddin Maliki meminta rezim Joko Widodo (Jokowi) menghentikan berbagai kebijakan yang membenani rakyat terutama di tengah pandemi Covid-19.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya tersebut, menhyamoaikan hal itu karena melihat berbagai kebijakan pemerintah menunjukkan gejala bahwa birokrasi yang dijalankan rezim sekarang ini tidak lagi visioner.
Salah satu yang disorot Prof Zainuddin adalah kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diputuskan Jokowi di saat rakyat kesulitan ekonomi akibat terdampak wabah corona.
“Kenaikan iuran BPJS ini bukan saja cerminan miskin empati pemerintah terhadap penderitaan rakyatnya sendiri. Tetapi juga menggambarkan lemahnya daya responsif yang seharusnya dimiliki oleh birokrasi pemerintah di masa darurat seperti sekarang ini,” ucap Prof Zainuddin, kepada jpnn.com, Rabu (20/5).
Legislator PAN ini memandang dalam kondisi normal, rakyat membutuhkan pemerintahan yang dinamis, responsif dan visioner. Apalagi di masa darurat Covid-19 sekarang ini, masyarakat tentu mendambakan pemerintahan yang mengerti dan memberdayakan rakyatnya.
Namun yang terjadi, katanya, pemerintah justru bersikukuh menaikkan iuran BPJS melalui Perpres 64 tahun 2020. Kenaikan itu diberlakukan untuk semua kelas pada Juli mendatang, kecuali kelas III yang baru diberlakukan tahun 2021.
Kenaikan ini juga diwajibkan bagi rakyat yang tidak lagi bermata pencaharian akibat PHK atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Di sisi lain, dia menilai pemerintah tak merasa salah atas kebijakan itu, karena tekah menyiapkan subsidi untuk PBPU dan BP. Kendatipun mereka ini bersubsidi, namun tahun depan kelas III pasti harus membayar kenaikan iuran tersebut karena jumlah subsidinya akan dikurangi,
"Dengan iuran Rp 25.500 tanpa kenaikan, banyak keluarga yang merasakan kesulitannya. Tidak terbayang bagaimana kesulitan mereka jika terkena kenaikan," ujar politikus asal Jawa Timur ini.
Kemudian, dia juga mencermati penurunan hargab binyak dunia yang belum dirasakan dampaknya bagi masyarakat tanah air. Tentu saja, kata Prof Zainuddin, rakyat menunggu sikap responsif pemerintah dengan segera menurunkan harga BBM dalam negeri.
"Ada yang menghitung produk setara Pertamax Turbo di Malaysia bisa dijual dengan harga lebih murah, sekitar Rp 4.600 per liter. Di Indonesia, harga Pertamax Turbo mencapai Rp 9.850 per liter. Jadi rakyat mensubsidi pemerintah. Bukan sebaliknya," sambung Prof Zainuddin.
Dia juga mencermati langkah pemerintah dalam melakukan refocussing APBN untuk percepatan penanganan Covid-19, yang tidak mencerminkan adanya upaya kreatif. Sebab, tim ekonomi Jokowi memilih memperlebar rentang defisit APBN dari 3 menjadi 5 persen. Belakangan beredar kabar, tanpa diketahui DPR, rentang defisit itu diperlebar lagi menjadi 6,27%.
"Sepertinya dengan memperlebar defisit itu pemerintah mencoba membuka peluang cari pinjaman. Padahal utang berbunga tinggi yang ada selama ini dinilai banyak kalangan sudah berada pada batas toleransi," tegasnya.
Prof Zainuddin menambahkah, seharusnya pemerintah lebih responsif terhadap keadaan masyarakatnya dengan segera hentikan berbagai kebijakan yang miskin empati dan rasa keadilan.
"Hentikan kebijakan yang membebani, sebaliknya perkuat kebijakan pemberdayaan masyarakat. Makin berdaya masyarakat, makin tinggi tingkat partisipasi mereka dan berkurang ketergantungannya kepada pemerintah," tandas anggota Komisi X DPR ini. [jpnn]