Ikatan Guru Indonesia menilai Polri telah menghina profesi guru karena menggunduli rambut guru SMP N 1 Turi yang sudah dijadikan tersangka karena kelalaiannya terkait kasus susur Sungai Sempor. Kekinan polisi sudah menetapkan tiga tersangka.
Mereka kemudian meminta Kapolri Idham Azis untuk memberikan hukuman yang berat kepada pelaku oknum polisi yang telah menghina guru dengan cara memotong rambutnya hingga botak.
Jika Kapolri tidak memberikan hukuman tersebut, mereka bakal menuntut Idham Azis untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Karena penghinaan terhadap profesi guru disebut tak boleh dibiarkan begitu saja meski guru tersebut berstatus terduga melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa 10 pelajar SMP 1 Turi.
Peristiwa susur sungai yang telah merenggut nyawa siswa SMP 1 Turi tentu saja menjadi persoalan serius meskipun diyakini tidak ada sedikitpun unsur kesengajaan oleh pihak guru pendamping dalam menjalankan tugasnya untuk secara sengaja mencelakai siswanya apalagi hingga membunuh siswanya.
Harus diakui ada kekeliruan dan kelalaian sehingga menimbulkan korban jiwa tetapi juga diyakini bahwa tidak ada unsur kesengajaan oleh guru tersebut untuk menghilangkan nyawa anak didiknya.
“Karena itu proses itu kami serahkan sepenuhnya untuk diproses secara hukum dan kami menghargai dan sangat mengapresiasi kawan-kawan organisasi guru lainnya yang telah lebih awal menurunkan tim bantuan hukum untuk mendampingi kawan-kawan guru kita yang mendapatkan musibah,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim kepada Terkini.id - jaringan Suara.com, Rabu (26/2/2020).
Ramli menuturkan, terlepas dari kesalahan dan kelalaian guru, sesungguhnya tidak layak polisi memperlakukan mereka dengan cara menghinakan mereka dengan memotong rambutnya hingga botak lalu memasarkannya ke publik.
“Seolah polisi jauh lebih menghargai koruptor yang membunuh kemanusiaan dibanding guru yang secara tidak sengaja lalai yang menimbulkan korban jiwa,” ungkap Ramli.
Lebih lanjut, oknum polisi yang sudah menggunduli disebut lupa kalau mereka tidak akan pernah menjadi polisi tanpa peran guru sedikitpun.
Ramli menilai para guru seharusnya diperlakukan dengan baik dengan tetap mengedepankan proses hukum dan asas praduga tak bersalah.
“Guru-guru ini juga memiliki keluarga dan kehormatan keluarga mereka juga harus dijaga karena mereka melakukan semua itu tanpa unsur kesengajaan tetapi murni karena kelalaian dan faktor alam,” kata Ramli. suara.com
Mereka kemudian meminta Kapolri Idham Azis untuk memberikan hukuman yang berat kepada pelaku oknum polisi yang telah menghina guru dengan cara memotong rambutnya hingga botak.
Jika Kapolri tidak memberikan hukuman tersebut, mereka bakal menuntut Idham Azis untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Karena penghinaan terhadap profesi guru disebut tak boleh dibiarkan begitu saja meski guru tersebut berstatus terduga melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa 10 pelajar SMP 1 Turi.
Peristiwa susur sungai yang telah merenggut nyawa siswa SMP 1 Turi tentu saja menjadi persoalan serius meskipun diyakini tidak ada sedikitpun unsur kesengajaan oleh pihak guru pendamping dalam menjalankan tugasnya untuk secara sengaja mencelakai siswanya apalagi hingga membunuh siswanya.
Harus diakui ada kekeliruan dan kelalaian sehingga menimbulkan korban jiwa tetapi juga diyakini bahwa tidak ada unsur kesengajaan oleh guru tersebut untuk menghilangkan nyawa anak didiknya.
“Karena itu proses itu kami serahkan sepenuhnya untuk diproses secara hukum dan kami menghargai dan sangat mengapresiasi kawan-kawan organisasi guru lainnya yang telah lebih awal menurunkan tim bantuan hukum untuk mendampingi kawan-kawan guru kita yang mendapatkan musibah,” kata Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim kepada Terkini.id - jaringan Suara.com, Rabu (26/2/2020).
Ramli menuturkan, terlepas dari kesalahan dan kelalaian guru, sesungguhnya tidak layak polisi memperlakukan mereka dengan cara menghinakan mereka dengan memotong rambutnya hingga botak lalu memasarkannya ke publik.
“Seolah polisi jauh lebih menghargai koruptor yang membunuh kemanusiaan dibanding guru yang secara tidak sengaja lalai yang menimbulkan korban jiwa,” ungkap Ramli.
Lebih lanjut, oknum polisi yang sudah menggunduli disebut lupa kalau mereka tidak akan pernah menjadi polisi tanpa peran guru sedikitpun.
Ramli menilai para guru seharusnya diperlakukan dengan baik dengan tetap mengedepankan proses hukum dan asas praduga tak bersalah.
“Guru-guru ini juga memiliki keluarga dan kehormatan keluarga mereka juga harus dijaga karena mereka melakukan semua itu tanpa unsur kesengajaan tetapi murni karena kelalaian dan faktor alam,” kata Ramli. suara.com