Dalam upaya meracik vaksin virus corona, China kekurangan monyet percobaan dan para penelitinya tetap bekerja di akhir pekan.
Fenomena itu terjadi di Yisheng Biopharma, salah satu laboratorium di China yang berlomba meramu vaksin Covid-19 bersama negara-negara lainnya.
Dilansir dari AFP Jumat (19/6/2020), perusahaan medis yang terletak di timur laut kota Shenyang ini telah bekerja tanpa henti sejak Januari untuk mendapatkan vaksin corona.
Bertambahnya lagi kasus-kasus Covid-19 di Beijing semakin mendesak dunia untuk segera menemukan vaksin, bagi penyakit yang telah menewaskan lebih dari 450.000 orang di seluruh dunia ini.
Yisheng lebih dikenal sebagai pembuat vaksin rabies, tapi telah mengubah satu dari sembilan labnya untuk meracik vaksin corona dan akan merekrut hingga 50 pegawai tambahan.
Perusahaan ini masih dalam tahap awal pengembangan vaksin, tetapi dikabarkan akan mengambil risiko untuk memproduksi vaksinnya pada September sebelum uji klinis selesai.
Jika vaksin itu disetujui, mereka berharap dapat siap lebih cepat untuk disalurkan ke orang-orang.
"Vaksin ini harus cepat selesai, dan tidak mungkin menunggu sampai musim epidemi selanjutnya untuk menyelesaikan uji coba, dan musim epidemi ketiga untuk memakai vaksin," kata pimpinan Yisheng, Zhang Yi, dikutip dari AFP.
Zhang mengungkapkan, para penelitinya tidak libur di akhir pekan sejak mereka mendapatkan urutan gen dari virus corona pada hari kedua Tahun Baru China, akhir Januari.
"Terlalu banyak yang harus dilakukan," katanya.
Harga monyet mahal
Vaksin yang sedang diracik Yisheng kini berapa dalam tahap pengujian ke hewan, yang mendahului uji klinis manusia.
Zhang menuturkan, uji coba pada tikus dan kelinci menunjukkan hasil yang bagus, karena meningkatkan antibodi penetral.
Yisheng mengharapkan vaksin ini tidak hanya melindungi diri dari infeksi, tapi juga bisa menyembuhkan pasien Covid-19.
Maka langkah yang ditempuh selanjutnya adalah uji coba ke monyet, tapi butuh banyak biaya karena permintaan sedang tinggi dari lab-lab lainnya juga. Persoalan ini diungkap oleh CEO Yisheng, David Shao.
Yisheng biasanya membeli seekor monyet dengan harga antara 10.000-20.000 yuan (Rp 20 juta sampai Rp 40 juta), kata Shao.
Ia melanjutkan, sekarang tiap ekornya bernilai sekitar 100.000 yuan (Rp 200 juta).
Lab-lab China biasanya menggunakan kera rhesus dan cynomolgus, yang dikembangbiakkan di provinsi-provinsi selatan Negeri "Tirai Bambu".
China adalah pemasok besar monyet percobaan. Tahun lalu 20.000 ekor monyet diekspor dan 18.000 dipakai di penelitian lokal, kata Liu Yunbo, ketua Beijing HFK Bioscience, pemasok hewan percobaan.
"Konsumsi tahun ini cukup besar, sehingga pasokannya tidak cukup," terangnya dikutip dari AFP.
Berpacu dengan waktu
Yisheng telah menghabiskan sekitar 3 juta dollar AS (Rp 42,7 miliar) untuk penelitian vaksinnya sejauh ini, dengan rencana memulai produksi dalam beberapa bulan ke depan, dan menyediakannya untuk umum tahun ini.
"Ini lebih mahal dari vaksin-vaksin lainnya," kata Shao sembari menambahkan ada kekurangan sumber daya dan bahan penelitian.
"Kami benar-benar berpacu dengan waktu."
Yisheng berencana menghabiskan 180 juta dollar AS (Rp 2,5 triliun) lagi untuk uji klinis setelah uji coba ke hewan.
"Kami dapat memiliki 10 jalur produksi dan menghasilkan 500 juta dosis per tahun," lanjut Zhang.
Dengan terlalu sedikit infeksi di China untuk menguji vaksin ke manusia, Yisheng berencana mengajukan uji klinis di AS, Eropa, Singapura, dan Australia bekerja sama dengan sebuah perusahaan di Negeri "Paman Sam".
Sebanyak 13 uji klinis vaksin virus corona sedang dilakukan di seluruh dunia, lima di antaranya di China.
Zhang berkata, lab lainnya mungkin akan memproduksi vaksin lebih cepat dari mereka, tapi adu cepat itu bukan prioritasnya.
"Ini tentang siapa yang dapat menghasilkan kuantitas. Siapa yang bisa mendapatkan hasil lebih baik dan membuat produk berkualitas tinggi dan efektif," katanya.
"Ini yang terpenting. Menjadi yang pertama bukan segalanya." kompas.com