Pengamat energi Marwan Batubara tengah menyiapkan kajian untuk menggugat pemerintahan Presiden Joko Widodo karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tak kunjung turun.
"Kami sedang menyiapkan gugatan itu, kami berhak menggugat untuk ganti rugi akibat kebijakan saat ini. Rencananya gugatan ke Pengadilan Negeri atau Mahkamah Agung," ujarnya dalam diskusi virtual, Jumat (22/5).
Marwan yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) menyebut harga BBM seharusnya turun lantaran indikator formulasi penentuan harga BBM berupa harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oils Price/ICP) dan nilai tukar rupiah terus menurun.
Menurut Marwan, masyarakat sebagai pihak yang dirugikan pun berhak turut serta dalam rencana gugatan ini.
Ia mengestimasi kerugian masyarakat akibat harga BBM yang tak kunjung turun mencapai Rp13,75 triliun. Kerugian itu dihitung sejak harga minyak mentah dunia mengalami penurunan turun.
Marwan belum bisa memastikan kapan gugatannya dilayangkan. Tetapi, dia menyatakan gugatan bisa diajukan karena pemerintah tidak konsisten dengan aturan yang dibuat sendiri.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2018, menurut Marwan harga BBM seharusnya merujuk pada indikator pembentukan berupa harga minyak mentah dan kurs rupiah. Sementara kedua indikator itu nilainya menurun dalam beberapa bulan terakhir.
"Tapi kenapa sudah dua bulan itu tidak dilakukan, dari April sampai Mei ini? Pertamina bilang karena belum ada izin dari pemerintah, tapi aturannya sudah jelas itu bisa tinggal mengajukan kalau perlu penyesuaian ke pemerintah," ucapnya.
Ia menduga penurunan harga BBM tidak kunjung dilakukan karena PT Pertamina (Persero) masih memiliki beban keuangan akibat penugasan yang selama ini diberikan pemerintah. Penugasan itu mulai dari penyaluran BBM subsidi hingga kebjakan BBM satu harga di seluruh Indonesia.
Acuan harga BBM sebelumnya merujuk pada Kepmen ESDM Nomor 187K/10/MEM/2019, yang diterbitkan menteri kala itu Ignasius Jonan. Namun aturan itu diganti dengan oleh Menteri ESDM yang baru Arifin Tasrif dengan merilis Kepmen ESDM Nomor 62K/MEM/2020 pada 28 Februari 2020.
Senada, pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan masyarakat dapat menuntut pemerintah yang belum menurunkan harga BBM.
Harga BBM yang tak berubah disebut Ahmad memberikan dampak kerugian secara materil dan nonmateril. Berdasarkan hitungannya, harga BBM yang tak kunjung turun menciptakan nilai kerugian mencapai Rp127 triliun selama tujuh bulan terakhir.
"Dampak kerugian masyarakat di berbagai daerah karena harga yang tidak diturunkan dari kalkulasi kami selama kurang lebih tujuh bulan itu Rp127 triliun," ucap Ahmad.
Menurutnya, ada sejumlah aturan hukum yang bisa menjadi basis gugatan dan memiliki peluang besar, mulai dari hukum tentang perlindungan konsumen, penjaminan kualitas udara, hak asasi manusia, hingga minyak dan gas.
"Yang paling depan adalah undang-undang perlindungan konsumen karena harga BBM yang tinggi tidak sesuai fakta di lapangan dengan harga pokok yang tidak sesuai," katanya.
Petugas SPBU melayani masyarakat dengan mengisi BBM jenis Pertalite di Kota Sorong, Papua Barat, Sabtu (5/12/2019). PT. Pertamina (Persero) menurunkan harga BBM Non Subsidi Rp.100 - Rp. 250, untuk meningkatkan loyalitas pelanggan sekaligus mengajak masyarakat agar beralih menggunakan produk-produk berkualitas non subsidi. ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/ama.
Menurut Ahmad, bila gugatan ini menang dan pemerintah terbukti salah serta harus mengembalikan kerugian kepada masyarakat, hal ini tidak harus dilakukan dengan memberi dana kepada masyarakat.
Gantinya, pemerintah bisa memberi aliran dana bagi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT). Ia menyebut energi yang lebih berkualitas merupakan hak masyarakat dan hal ini bisa diwujudkan dengan kepastian pengembangan EBT di dalam negeri.
Lihat juga: Pengamat Kritik Utang Negara ke Pertamina Bikin BBM Tak Turun
Sementara Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan konsumen tidak hanya berhak atas harga BBM yang sesuai dengan nilai keekonomian dan formulasi penyusunan harga. Konsumen pun berhak mendapat energi yang berkualitas dan berkelanjutan.
Saat ini, katanya, harga BBM di Indonesia memang cukup rendah, namun kualitasnya masih tertinggal dari negara-negara tetangga. Buktinya, masih ada penggunaan Premium dengan RON 88 yang paling rendah yang menurutnya sudah tidak digunakan negara lain.
Meski demikian Tulus mengingatkan harga BBM yang terlalu murah juga akan membuat masyarakat tidak menggunakan transportasi massal. Padahal, pemerintah sudah membangun KRL, MRT, dan LRT dengan biaya yang tidak murah. cnnindonesia.com