Pengamat politik yang juga pakar Hukum Tata Negara , Refly Harun mulai mendapat serangan dari pendukung Presiden Joko Widodo
Ia dianggap berada di barisan orang-orang yang yang selalu mengkritik pemerintahan Joko Widodo
Namun Refly Harun membantah dirinya terlibat dalam 'perkubuan' politik.
Refly Harun menegaskan dirinya bermaksud mengkritik pemerintah bukan atas dasar tidak suka.
Hal itu disampaikannya melalui channel YouTubenya Refly Harun yang tayang pada Jumat (22/5/2020).
Mulanya, Refly Harun menceritakan bahwa ada berita yang tidak jelas menyebut Bahar bin Smith orang terpilih seperti Mantan Sekretaris BUMN , Said Didu
Sebagaimana diketahui Bahar bin Smith kini kembali dipenjara karena ceramahnya dianggap bernada provokatif.
Sedangkan, Said Didu kini tengah dilaporkan oleh Menteri Kemaritiman dan Investasi , Luhut Binsar Pandjaitan atas dasar dugaan penghinaan.
Refly Harun mengatakan bahwa berita yang belum jelas itu membuat temannya heboh.
"Beritanya begini ada teman saya menyampaikan WA ke saya mengenai berita 'Refly Harun: Habib Bahar orang terpilih, sama seperti Said Didu'."
Saat ditelusuri oleh Refly Harun, berita itu tidak jelas bagaimana isinya maupun dari mana berita itu ditulis.
"Nah rupanya begitu saya tracking di Twitter dan Facebook juga wah ada beberapa yang menyampaikan berita ini."
"Dan ketika diklik ternyata beritanya tidak bisa diakses hanya judulnya saja kalau judul kan berat nanti orang melihat sesuatu dari judul," kata dia.
Refly Harun mengatakan dengan berita yang tidak jelas itu bisa memancing kemarahan.
"Ada yang langsung ngamuk-ngamuk wah ini harus ditinjau ulang gelar akademik dan lain sebagainya," katanya.
Bahkan Refly Harun mengaku ada yang menyebut dirinya akan menemani siapapun orang yang berani mengkritik Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
"Ada yang mengatakan Refly Harun yang penting orang itu berani kritik Jokowi akan dijadikannya teman, wah kok sampai begitu," ucapnya.
Akibatnya, Pakar Hukum Tata Negara 50 tahun ini mengaku malu disebut demikian.
Padahal menurutnya, ia mengkritik pemerintah berdasarkan akademik.
"Secara akademis, saya malu kalau cuma dibilang bahwa mengkritik itu seolah-olah suka atau tidak suka."
"Landasannya harus tetep akademik jadi kenapa kita mengkritik pemerintah, ya masak kita mengkritik oposisi," ungkapnya.
Akademisi lulusan Universitas Notre Dame, Amerika Serikat ini menegaskan dirinya mengkritik pemegang kekuasaan.
Sedangkan, yang menjadi pemegang kekuasaan kini adalah Jokowi.
"Yang kita kritik pemegang kekuasaan, siapapun orangnya kebetulan pemegang kekuasaan itu namanya Jokowi," katanya.
Amien Rais Minta Jokowi Jangan Sampai Turun dari Jabatan
Mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais diketahui sering mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Meski demikian, Amien Rais menegaskan jangan sampai Jokowi mundur dari jabatannya di tengah jalan.
Hal itu diungkapkan Amien Rais melalui channel YouTube Refly Harun yang tayang pada Kamis (21/5/2020).
Mulanya, Amien Rais menjelaskan bahwa seharusnya dalam dunia politik semua orang harus bisa bersikap dewasa dan tidak mudah berseteru.
"Jadi tidak ada yang kemudian puas ya, hanya sesungguhnya sebuah yang dewasa itu kalau awalnya sudah bagus mestinya juga jangan cepat lantas gontok-gontokan," ujar Amien.
Amien mengaku merasa aneh dengan pergantian presiden yang berlangsung cukup singkat pada 1998-2004.
Dalam lima tahun sudah ada lima kali pergantian presiden.
"Kemudian saya mengingatkan alangkah lucunya selang lima tahun kita menyaksikan lima presiden."
"Jadi waktu reformasi kita menyaksikan Pak Harto diganti oleh Pak Habibie, Pak Habibie diganti oleh Pak Abdurrahman Wahid, Gus Dur diganti oleh Megawati, lalu diganti Pak Yudhoyono itu kan cuma rentang lima tahun saja," ucap dia.
Sehingga, ia meminta jangan sampai mendesak presiden mundur.
Apabila itu terjadi maka sia-sia konstitusi itu telah dibentuk.
"Jadi jangan sampai kita nanti ada presiden yang turun di tengah jalan, ini kita hormati semarah-marah kita kepada presiden, kita tunggu sampai titik akhir."
"Karena kalau kita sampai turunkan presiden di tengah jalan lagi nanti kambuh, nanti enggak ada gunanya itu konstitusi," kata dia.
Mantan Ketua MPR ini mengaku juga berlaku hingga sekarang.
Jangan sampai mendesak Jokowi turun di tengah jalan karena menurutnya hal itu bisa membuat situasi semakin buruk.
"Sikap itu sampai hari ini Pak?," tanya Refly Harun.
"Ya saya begitu, Iya itu betul, karena saya tahu menurut saya kalau Pak Jokowi sampai diturunkan itu akan jauh lebih parah."
"Lebih baik sudahlah, ya sudah kita tunggu jika Allah menghendaki lain kita tidak akan pernah tahu," ujar dia.
Namun, jika terjadi skandal seperti skandal Watergate di Amerika Serikat yang melibatkan Presiden Richard Nixon itu lain cerita.
Sehingga, seburuk-buruknya presiden tetap harus ditunggu hingga masa jabatannya selesai.
"Tapi secara rasional, secara kesadaran politik, kesadaran bernegara sebaiknya memang ya apa seperti di Amerika, kalau ada skandal seperti Nixon ya apa boleh buat, tapi umumnya sejelek-jelek itu kan juga ditunggu," ungkap dia.
(TribunWow.com/Mariah Gipty)