Larangan bagi warga negara China masuk ke Indonesia menyusul wabah virus corona yang bermula dari Negeri Tirai Bambu itu ternyata pepesan kosong belaka. Empat puluh sembilan tenaga kerja asing (TKA) asal China berhasil menyelonong masuk bahkan melalui bandar udara utama Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta.
Ajaibnya, puluhan orang pekerja di pusat industri smelter nikel di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, itu masuk Indonesia tanpa dikarantina sebagaimana protokol Organisasi Kesehatan Dunia dan peraturan Menteri Hukum dan HAM. Kabar kedatangan mereka diketahui publik justru setelah mereka tiba di Bandara Haluoleo, Kendari, pada 15 Maret 2020. Itu pun gara-gara seorang warga merekam kedatangan mereka dan videonya menyebar di media sosial.
Pemerintah dituding mengistimewakan China sampai-sampai lebih dari empat lusin warganya diizinkan masuk Indonesia, di saat Indonesia sedang siaga penuh menghadapi bencana wabah Covid-19. Mereka masuk secara legal, melalui bandara internasional di Jakarta, tanpa lebih dahulu dikarantina selama empat belas hari. Lalu bagaimana dengan kemungkinan orang asing, tak hanya dari China, masuk melalui jalur-jalur tak resmi atau ilegal?
Koordinasi berantakan
Informasi simpang-siur tentang kedatangan empat puluh sembilan orang China itu tak pelak lagi membikin gempar sekaligus deg-degan. Bagaimana mungkin orang-orang dari tempat asal wabah yang kini menghantui dunia itu dibiarkan lolos.
Polisi awalnya mengklaim bahwa mereka bukan baru saja datang dari China, melainkan sudah cukup lama di Indonesia dan habis dari Jakarta untuk mengurus perpanjangan visa. Yang mengatakan itu bukan polisi berpangkat rendahan, melainkan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal Polisi Merdisyam. Dia bahkan mengklaim bahwa informasi itu dia dapat dari otoriras Bandara Haluoleo.
Tetapi keterangan Merdisyam ternyata berbeda dengan pernyataan pejabat Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara yang menyebut keempat puluh sembilan pekerja asing itu bukan habis mengurus visa di Jakarta. Mereka memang baru dari China dan sempat transit di Thailand lalu dikarantina di Bangkok selama empat belas hari sejak 29 Februari sampai 15 Maret.
Setelah mendapatkan sertifikat kesehatan dan dinyatakan tak terinfeksi virus corona, mereka terbang ke Jakarta pada 15 Maret. Pada tanggal itu juga, hari Minggu, mereka tiba di Bandara Soekarno-Hatta dan diizinkan terbang ke Kendari setelah mereka menunjukkan sertifikat kesehatan dari otoritas Thailand.
Tapi akhirnya mereka harus dikarantina di kompleks pabrik tempat mereka bekerja, di Konawe, bukan di Kendari, atau semestinya di Jakarta—kota pertama di Indonesia yang mereka singgahi. Setelah kasus ini gempar tentunya.
Direktorat Jenderal Imigrasi akhirnya memungkasi kesimpangsiuran informasi dengan mengonfirmasi bahwa keempat puluh sembilan pekerja itu memang datang dari China dan transit serta dikarantina di Thailand. Tetapi kenyataan itu membuktikan amburadulnya koordinasi antaraparat Indonesia. Peraturan dan larangan yang sudah dibuat bagus-bagus jadi ambyar gara-gara data tak sinkron.
Kasus serupa akibat buruknya komunikasi dan koordinasi dalam penanganan wabah Covid-19 bukan terjadi kali ini saja. Ketika Indonesia untuk kali pertama mengumumkan dua warganya positif terinfeksi corona, pemerintah pusat dan pemerintah daerah tak kompak sampai-sampai identitas kedua pasien terbongkar.
Masyarakat juga masih ingat tentang seorang pasien warga Kabupaten Bekasi yang meninggal dunia di Kabupaten Cianjur sebelumnya dinyatakan negatif dari Covid-19. Namun, tiga belas hari setelah pengumuman, pemerintah mengoreksinya: tidak jadi negatif, tetapi positif. Keluarga pasien yang semula lega malah jadi tertular.
Pemutakhiran data jumlah orang yang terinfeksi dan yang meninggal dunia tak selaras sampai disadari jumlah yang tewas melonjak dari 7 menjadi 19 orang per 18 Maret 2020. Pemerintah cepat-cepat mengakui bahwa beberapa rumah sakit belum melaporkan kasus kematian sejak 12 Maret.
Jangan diistimewakan
Peristiwa itu tidak hanya dikecam oleh masyarakat. Sejumlah pejabat tinggi mengritik keras kesembronoan aparat. Ketua Majelis Permusyaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengingatkan, setiap warga asing, termasuk dari China, harus diperlakukan sama tegas. Tidak boleh ada perlakukan istimewa kepada siapa pun karena negara sedang waspada penuh.
Dia mendesak pemerintah mengevaluasi semua sistem penjagaan di setiap pintu masuk Indonesia, tidak hanya di bandara tetapi juga di pelabuhan dan perbatasan dengan negara tetangga. Aturan larangan warga negara tertentu masuk Indonesia juga mesti diberlakukan secara disiplin. Jika ada warga asing yang diizinkan masuk tetap harus dikarantina sesuai protokol WHO dan peraturan Menteri Hukum dan HAM.
Dewan Perwakilan Rakyat bahkan menuntut Kepala Polri Jenderal Idham Azis mengevaluasi para perwira di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, terutama sang Kepala. Kegaduhan publik akibat kecerobohan Merdysyam menyampaikan informasi, menurut Ketua Komisi III DPR Herman Herry, jelas tidak dibutuhkan di tengah-tengah keseriusan pemerintah menghadapi penyebaran corona dan bisa mengakibatkan kepanikan baru.
Kecaman mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon bahkan lebih keras lagi. Dia tak berbicara banyak tentang peristiwa itu dan hanya menulis di akun Twitter-nya, "Tak ada kata yg lebih cocok kecuali ‘pengkhianat bangsa’!"
TKA China ilegal harus dipulangkan
Staf Khusus Kementerian Tenaga Kerja RI, Dita Indah Sari, memastikan bahwa 49 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China itu masuk Indonesia secara ilegal. Pemeriksaan sudah dilakukan terhadap PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) yang mendatangkan mereka.
Ditemukan fakta-fakta bahwa mereka tidak memiliki ijin kerja dari Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kemnaker RI. Mereka harus segera dipulangkan, dan ini menjadi kewenangan Imigrasi untuk melakukan deportasi.
"Keberadaan warga negara asing di lokasi kerja, tanpa visa kerja, jelas menyalahi aturan. Karena itu, mereka semua diperintahkan meninggal lokasi perusahaan," kata Dita melalui akun pribadinya yang dikutip pada Rabu, 18 Maret 2020.
Tidak hanya diperintahkan untuk keluar dari areal kerja, mereka juga harus dikarantina dengan benar. Penindakan sesuai aturan hukum akan dilakukan terhadap Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) yang beroperasi di Kabupaten Konawe.
"Sementara perusahaan yang mempekerjakan akan disidik dengan ancaman pidana sesuai bunyi di UU 13 Pasal 42 dan 43," katanya. vivanews.com
Ajaibnya, puluhan orang pekerja di pusat industri smelter nikel di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, itu masuk Indonesia tanpa dikarantina sebagaimana protokol Organisasi Kesehatan Dunia dan peraturan Menteri Hukum dan HAM. Kabar kedatangan mereka diketahui publik justru setelah mereka tiba di Bandara Haluoleo, Kendari, pada 15 Maret 2020. Itu pun gara-gara seorang warga merekam kedatangan mereka dan videonya menyebar di media sosial.
Pemerintah dituding mengistimewakan China sampai-sampai lebih dari empat lusin warganya diizinkan masuk Indonesia, di saat Indonesia sedang siaga penuh menghadapi bencana wabah Covid-19. Mereka masuk secara legal, melalui bandara internasional di Jakarta, tanpa lebih dahulu dikarantina selama empat belas hari. Lalu bagaimana dengan kemungkinan orang asing, tak hanya dari China, masuk melalui jalur-jalur tak resmi atau ilegal?
Koordinasi berantakan
Informasi simpang-siur tentang kedatangan empat puluh sembilan orang China itu tak pelak lagi membikin gempar sekaligus deg-degan. Bagaimana mungkin orang-orang dari tempat asal wabah yang kini menghantui dunia itu dibiarkan lolos.
Polisi awalnya mengklaim bahwa mereka bukan baru saja datang dari China, melainkan sudah cukup lama di Indonesia dan habis dari Jakarta untuk mengurus perpanjangan visa. Yang mengatakan itu bukan polisi berpangkat rendahan, melainkan Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal Polisi Merdisyam. Dia bahkan mengklaim bahwa informasi itu dia dapat dari otoriras Bandara Haluoleo.
Tetapi keterangan Merdisyam ternyata berbeda dengan pernyataan pejabat Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Tenggara yang menyebut keempat puluh sembilan pekerja asing itu bukan habis mengurus visa di Jakarta. Mereka memang baru dari China dan sempat transit di Thailand lalu dikarantina di Bangkok selama empat belas hari sejak 29 Februari sampai 15 Maret.
Setelah mendapatkan sertifikat kesehatan dan dinyatakan tak terinfeksi virus corona, mereka terbang ke Jakarta pada 15 Maret. Pada tanggal itu juga, hari Minggu, mereka tiba di Bandara Soekarno-Hatta dan diizinkan terbang ke Kendari setelah mereka menunjukkan sertifikat kesehatan dari otoritas Thailand.
Tapi akhirnya mereka harus dikarantina di kompleks pabrik tempat mereka bekerja, di Konawe, bukan di Kendari, atau semestinya di Jakarta—kota pertama di Indonesia yang mereka singgahi. Setelah kasus ini gempar tentunya.
Direktorat Jenderal Imigrasi akhirnya memungkasi kesimpangsiuran informasi dengan mengonfirmasi bahwa keempat puluh sembilan pekerja itu memang datang dari China dan transit serta dikarantina di Thailand. Tetapi kenyataan itu membuktikan amburadulnya koordinasi antaraparat Indonesia. Peraturan dan larangan yang sudah dibuat bagus-bagus jadi ambyar gara-gara data tak sinkron.
Kasus serupa akibat buruknya komunikasi dan koordinasi dalam penanganan wabah Covid-19 bukan terjadi kali ini saja. Ketika Indonesia untuk kali pertama mengumumkan dua warganya positif terinfeksi corona, pemerintah pusat dan pemerintah daerah tak kompak sampai-sampai identitas kedua pasien terbongkar.
Masyarakat juga masih ingat tentang seorang pasien warga Kabupaten Bekasi yang meninggal dunia di Kabupaten Cianjur sebelumnya dinyatakan negatif dari Covid-19. Namun, tiga belas hari setelah pengumuman, pemerintah mengoreksinya: tidak jadi negatif, tetapi positif. Keluarga pasien yang semula lega malah jadi tertular.
Pemutakhiran data jumlah orang yang terinfeksi dan yang meninggal dunia tak selaras sampai disadari jumlah yang tewas melonjak dari 7 menjadi 19 orang per 18 Maret 2020. Pemerintah cepat-cepat mengakui bahwa beberapa rumah sakit belum melaporkan kasus kematian sejak 12 Maret.
Jangan diistimewakan
Peristiwa itu tidak hanya dikecam oleh masyarakat. Sejumlah pejabat tinggi mengritik keras kesembronoan aparat. Ketua Majelis Permusyaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengingatkan, setiap warga asing, termasuk dari China, harus diperlakukan sama tegas. Tidak boleh ada perlakukan istimewa kepada siapa pun karena negara sedang waspada penuh.
Dia mendesak pemerintah mengevaluasi semua sistem penjagaan di setiap pintu masuk Indonesia, tidak hanya di bandara tetapi juga di pelabuhan dan perbatasan dengan negara tetangga. Aturan larangan warga negara tertentu masuk Indonesia juga mesti diberlakukan secara disiplin. Jika ada warga asing yang diizinkan masuk tetap harus dikarantina sesuai protokol WHO dan peraturan Menteri Hukum dan HAM.
Dewan Perwakilan Rakyat bahkan menuntut Kepala Polri Jenderal Idham Azis mengevaluasi para perwira di Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, terutama sang Kepala. Kegaduhan publik akibat kecerobohan Merdysyam menyampaikan informasi, menurut Ketua Komisi III DPR Herman Herry, jelas tidak dibutuhkan di tengah-tengah keseriusan pemerintah menghadapi penyebaran corona dan bisa mengakibatkan kepanikan baru.
Kecaman mantan Wakil Ketua DPR Fadli Zon bahkan lebih keras lagi. Dia tak berbicara banyak tentang peristiwa itu dan hanya menulis di akun Twitter-nya, "Tak ada kata yg lebih cocok kecuali ‘pengkhianat bangsa’!"
TKA China ilegal harus dipulangkan
Staf Khusus Kementerian Tenaga Kerja RI, Dita Indah Sari, memastikan bahwa 49 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China itu masuk Indonesia secara ilegal. Pemeriksaan sudah dilakukan terhadap PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) yang mendatangkan mereka.
Ditemukan fakta-fakta bahwa mereka tidak memiliki ijin kerja dari Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kemnaker RI. Mereka harus segera dipulangkan, dan ini menjadi kewenangan Imigrasi untuk melakukan deportasi.
"Keberadaan warga negara asing di lokasi kerja, tanpa visa kerja, jelas menyalahi aturan. Karena itu, mereka semua diperintahkan meninggal lokasi perusahaan," kata Dita melalui akun pribadinya yang dikutip pada Rabu, 18 Maret 2020.
Tidak hanya diperintahkan untuk keluar dari areal kerja, mereka juga harus dikarantina dengan benar. Penindakan sesuai aturan hukum akan dilakukan terhadap Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) yang beroperasi di Kabupaten Konawe.
"Sementara perusahaan yang mempekerjakan akan disidik dengan ancaman pidana sesuai bunyi di UU 13 Pasal 42 dan 43," katanya. vivanews.com