Pemerintah Indonesia mengumumkan lonjakan kasus positif virus corona. Per Kamis (19/3), jumlah kasus positif virus corona di Indonesia mencapai 309, dengan catatan 15 orang dinyatakan sembuh dan 25 pasien dilaporkan meninggal dunia.
"Total kasus (meninggal) 25 orang. Kurang lebih 8 persen dari total kasus yang positif dirawat yakni 309," kata jubir pemerintah soal penanganan corona di Indonesia, Achmad Yurianto, di Gedung BNPB, Kamis (19/3).
Tingkat kematian COVID-19 di Indonesia pun menyentuh angka 8,09 persen. Tingkat kematian tersebut membuat Indonesia menjadi negara keempat dengan tingkat kematian virus corona tertinggi di dunia, hanya lebih kecil dari Filipina (8,41 persen), Italia (8,3 persen) dan San Marino (10 persen).
Dengan angka kematian tersebut, Indonesia memiliki tingkat kematian akibat COVID-19 yang lebih tinggi ketimbang Iran, China, Jepang, dan Spanyol. Menurut laporan Asia Times, sejumlah pakar kesehatan menduga bahwa jumlah korban meninggal terkait COVID-19 di Indonesia hampir pasti lebih tinggi dari yang diumumkan.
Hal ini disebabkan oleh morbiditas (tingkat penyakit dalam sebuah populasi) yang tinggi di antara orang lanjut usia, rentang usia yang paling rawan meninggal karena virus corona, yang biasanya menderita berbagai penyakit lain yang tidak diketahui. Mereka juga merujuk kebiasaan yang sering terjadi di Indonesia di mana pasien yang meninggal tidak pernah menjalani otopsi post-mortem.
Lambat hadapi virus corona
Kemampuan Indonesia dalam menangani pandemi virus corona juga menjadi sorotan, bukan hanya oleh warga negaranya sendiri, namun juga WHO. Sejauh ini, pemerintah belum memikirkan protokol lockdown dam baru menyarankan metode social distancing.
Namun, kampanye social distancing ini juga tidak efektif. Tidak semua perusahaan menaati imbauan pemerintah untuk menerapkan sistem kerja Work From Home (WFH). Masih banyak yang berdesak-desakan di transportasi umum seperti KRL, MRT, dan TransJakarta. Ini membuat laju penyebaran virus corona masih sulit dibendung.
Adapun wacana tes secara masif baru dicetuskan setelah hampir 3 minggu sejak pengumuman kasus pertama virus corona di Indonesia. Tidak jelas apakah tes ini akan diberikan secara gratis untuk masyarakat, yang pasti rumah sakit perlu membayar alat tes tersebut walau pemerintah mengklaim bahwa harga alatnya akan terjangkau.
Petugas Ambulans Puskesmas Kebayoran Baru, bersiap membawa pasien yang diduga terkena virus Corona di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Senin (2/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kabarnya, ribuan alat rapid test virus corona yang dipesan dari China telah tiba di Indonesia. Tapi belum diketahui kapan pemerintah akan mengimplementasikan tes virus corona massal untuk masyarakat.
Di beberapa kawasan, terutama bagian timur seperti Nusa Tenggara dan Bali, pencegahan yang dilakukan untuk menangkal virus corona kurang tanggap. Ini bisa dilihat di Bali, di mana ribuan turis dari berbagai negara masih datang di awal Maret lalu, seperti dilaporkan Asia Times.
Seruan publik untuk Presiden Jokowi mencopot Menteri Kesehatan Terawan Putranto pun sempat memenuhi ruang publik. Dokter militer tersebut dianggap gagal menangani virus corona secara serius.
Kritik juga hadir untuk Presiden Jokowi yang dianggap lebih mementingkan dampak ekonomi dari lockdown ketimbang bagaimana mencegah wabah semakin meluas di tengah ketidakpastian kemampuan sarana medis di Indonesia. kumparan.com
"Total kasus (meninggal) 25 orang. Kurang lebih 8 persen dari total kasus yang positif dirawat yakni 309," kata jubir pemerintah soal penanganan corona di Indonesia, Achmad Yurianto, di Gedung BNPB, Kamis (19/3).
Tingkat kematian COVID-19 di Indonesia pun menyentuh angka 8,09 persen. Tingkat kematian tersebut membuat Indonesia menjadi negara keempat dengan tingkat kematian virus corona tertinggi di dunia, hanya lebih kecil dari Filipina (8,41 persen), Italia (8,3 persen) dan San Marino (10 persen).
Dengan angka kematian tersebut, Indonesia memiliki tingkat kematian akibat COVID-19 yang lebih tinggi ketimbang Iran, China, Jepang, dan Spanyol. Menurut laporan Asia Times, sejumlah pakar kesehatan menduga bahwa jumlah korban meninggal terkait COVID-19 di Indonesia hampir pasti lebih tinggi dari yang diumumkan.
Hal ini disebabkan oleh morbiditas (tingkat penyakit dalam sebuah populasi) yang tinggi di antara orang lanjut usia, rentang usia yang paling rawan meninggal karena virus corona, yang biasanya menderita berbagai penyakit lain yang tidak diketahui. Mereka juga merujuk kebiasaan yang sering terjadi di Indonesia di mana pasien yang meninggal tidak pernah menjalani otopsi post-mortem.
Lambat hadapi virus corona
Kemampuan Indonesia dalam menangani pandemi virus corona juga menjadi sorotan, bukan hanya oleh warga negaranya sendiri, namun juga WHO. Sejauh ini, pemerintah belum memikirkan protokol lockdown dam baru menyarankan metode social distancing.
Namun, kampanye social distancing ini juga tidak efektif. Tidak semua perusahaan menaati imbauan pemerintah untuk menerapkan sistem kerja Work From Home (WFH). Masih banyak yang berdesak-desakan di transportasi umum seperti KRL, MRT, dan TransJakarta. Ini membuat laju penyebaran virus corona masih sulit dibendung.
Adapun wacana tes secara masif baru dicetuskan setelah hampir 3 minggu sejak pengumuman kasus pertama virus corona di Indonesia. Tidak jelas apakah tes ini akan diberikan secara gratis untuk masyarakat, yang pasti rumah sakit perlu membayar alat tes tersebut walau pemerintah mengklaim bahwa harga alatnya akan terjangkau.
Petugas Ambulans Puskesmas Kebayoran Baru, bersiap membawa pasien yang diduga terkena virus Corona di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Senin (2/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Kabarnya, ribuan alat rapid test virus corona yang dipesan dari China telah tiba di Indonesia. Tapi belum diketahui kapan pemerintah akan mengimplementasikan tes virus corona massal untuk masyarakat.
Di beberapa kawasan, terutama bagian timur seperti Nusa Tenggara dan Bali, pencegahan yang dilakukan untuk menangkal virus corona kurang tanggap. Ini bisa dilihat di Bali, di mana ribuan turis dari berbagai negara masih datang di awal Maret lalu, seperti dilaporkan Asia Times.
Seruan publik untuk Presiden Jokowi mencopot Menteri Kesehatan Terawan Putranto pun sempat memenuhi ruang publik. Dokter militer tersebut dianggap gagal menangani virus corona secara serius.
Kritik juga hadir untuk Presiden Jokowi yang dianggap lebih mementingkan dampak ekonomi dari lockdown ketimbang bagaimana mencegah wabah semakin meluas di tengah ketidakpastian kemampuan sarana medis di Indonesia. kumparan.com