NEW DELHI -- Komisi AS untuk Kebebasan Beragama Internasional mengatakan sangat terganggu oleh kekerasan yang terjadi di India
Dilansir di metro.news, Kamis (27/2) Komisaris Anurima Bhargava mengatakan Pemerintah India dinilai gagal dalam tugasnya untuk melindungi warganya dalam bentrokan paling mematikan antara umat Hindu dan Muslim beberapa waktu lalu.
Kekerasan di New Delhi menewaskan sedikitnya 30 orang dan sekitar 200 lainnya cedera, dimulai sejak Ahad (23/2). Kekerasan ini dipicu oleh undang-undang kewarganegaraan untuk warga negara kelahiran asing yang menurut para pengkritik mendiskriminasi umat Islam.
Seorang pejabat dari Partai Bharatiya Janata Partai Perdana Menteri Narendra Modi dilaporkan telah menghasut massa untuk menyerang para demonstran, sementara polisi berdiri ketika rumah-rumah dan sebuah masjid terbakar.
Polisi membantah laporan itu. Toko-toko dan kendaraan kemarin berdiri hangus di dekat jalan raya di Chand Bagh, daerah yang didominasi Muslim.
Jalanan dipenuhi dengan pecahan kaca dan sisa-sisa bom yang hangus ketika puluhan polisi berpatroli. Sementara itu kegagalan pemerintah menurut Kementerian urusan luar negeri India membantah penilaian Komisi AS tersebut. Pemerintah India justru menuduh pernyataan tersebut bertujuan untuk mempolitisasi masalah.
Pada Senin (24/2) , sekelompok pria yang meneriakkan slogan-slogan pro-Hindu mengepung dan memukul Mohammad Zubair yang berusia 37 tahun.
"Mereka melihat saya sendirian, mereka melihat topi saya, jenggot, shalwar kameez (pakaian) dan melihat saya sebagai seorang Muslim," katanya.
Mereka mulai menyerang, meneriakkan slogan-slogan. Seorang hakim yang mendengar petisi tentang kerusuhan telah mengambil kasus ini tetapi para pejabat bersikeras itu bukan keputusan politik.
Hakim S Muralidhar telah mengatakan pengadilan tidak bisa membiarkan '1984 lain' terjadi pada masa jabatannya. Pada tahun 1984, lebih dari 3.000 orang Sikh terbunuh, terutama di Delhi, dalam kerusuhan melawan masyarakat.
Dia mempertanyakan bagaimana polisi mendaftarkan pengaduan dan mengarahkan pemerintah untuk memastikan para korban yang terlantar diberi tempat tinggal sementara serta perawatan medis. Keresahan itu bersamaan dengan kunjungan Presiden AS Donald Trump ke India awal pekan ini. republika.co.id
Dilansir di metro.news, Kamis (27/2) Komisaris Anurima Bhargava mengatakan Pemerintah India dinilai gagal dalam tugasnya untuk melindungi warganya dalam bentrokan paling mematikan antara umat Hindu dan Muslim beberapa waktu lalu.
Kekerasan di New Delhi menewaskan sedikitnya 30 orang dan sekitar 200 lainnya cedera, dimulai sejak Ahad (23/2). Kekerasan ini dipicu oleh undang-undang kewarganegaraan untuk warga negara kelahiran asing yang menurut para pengkritik mendiskriminasi umat Islam.
Seorang pejabat dari Partai Bharatiya Janata Partai Perdana Menteri Narendra Modi dilaporkan telah menghasut massa untuk menyerang para demonstran, sementara polisi berdiri ketika rumah-rumah dan sebuah masjid terbakar.
Polisi membantah laporan itu. Toko-toko dan kendaraan kemarin berdiri hangus di dekat jalan raya di Chand Bagh, daerah yang didominasi Muslim.
Jalanan dipenuhi dengan pecahan kaca dan sisa-sisa bom yang hangus ketika puluhan polisi berpatroli. Sementara itu kegagalan pemerintah menurut Kementerian urusan luar negeri India membantah penilaian Komisi AS tersebut. Pemerintah India justru menuduh pernyataan tersebut bertujuan untuk mempolitisasi masalah.
Pada Senin (24/2) , sekelompok pria yang meneriakkan slogan-slogan pro-Hindu mengepung dan memukul Mohammad Zubair yang berusia 37 tahun.
"Mereka melihat saya sendirian, mereka melihat topi saya, jenggot, shalwar kameez (pakaian) dan melihat saya sebagai seorang Muslim," katanya.
Mereka mulai menyerang, meneriakkan slogan-slogan. Seorang hakim yang mendengar petisi tentang kerusuhan telah mengambil kasus ini tetapi para pejabat bersikeras itu bukan keputusan politik.
Hakim S Muralidhar telah mengatakan pengadilan tidak bisa membiarkan '1984 lain' terjadi pada masa jabatannya. Pada tahun 1984, lebih dari 3.000 orang Sikh terbunuh, terutama di Delhi, dalam kerusuhan melawan masyarakat.
Dia mempertanyakan bagaimana polisi mendaftarkan pengaduan dan mengarahkan pemerintah untuk memastikan para korban yang terlantar diberi tempat tinggal sementara serta perawatan medis. Keresahan itu bersamaan dengan kunjungan Presiden AS Donald Trump ke India awal pekan ini. republika.co.id