Jakarta - Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kasan mengungkapkan ada 5-6 negara yang sudah merilis data ekspor-impornya di Januari 2020, antara lain Brazil, Vietnam, Chili, Pakistan, dan Korea Selatan. Menurut Kasan, semua negara tersebut mengalami penurunan ekspor dan impor semenjak merebaknya virus corona di China.
"Jadi sekitar 5-6 negara yang sudah publish data Januari itu umumnya ekspor dan impor turun. Dan yang terbesar Brazil yang penurunannya sampai dua digit. Korea Selatan juga turun, bahkan Korea menyatakan dalam rilisnya, salah satu penyebab penurunan ekspor dan impor disebabkan virus corona," kata Kasan dalam acara diseminasi hasil analisis BPPP dan outlook ekonomi dan perdagangan 2020 di kantornya, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Penurunan ekspor disebabkan oleh menurunnya permintaan di China, sedangkan penurunan impor karena terhentinya produksi berbagai industri di China. Kasan menuturkan, hal ini juga akan berdampak signifikan terhadap ekspor dan impor Indonesia dari dan ke China di Januari 2020.
"Karena aktivitas di China sebagian berhenti dan otomatis transaksinya terpengaruh. dan saya membayangkan ini pasti berdampak pada Indonesia," ungkapnya.
Baca juga: Efek Virus Corona, Pabrik Nissan di Jepang Berhenti Produksi
Meski Badan Pusat Statistik (BPS) belum merilis data ekspor-impor Indonesia di Januari 2020, namun melihat data negara lain, ia memprediksi ekspor-impor Indonesia di awal 2020 ini juga akan turun.
"Pertama, ekspor dan impor di Januari, corona ini kan Desember ya, sehingga Januari sudah terdampak," imbuh dia.
Berdasarkan kajian BPPP, jika pertumbuhan ekonomi China turun 1% sebab virus corona ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut turun sebesar 0,23%. Tentunya angka tersebut berbeda dengan prediksi Bank Dunia yakni dampaknya ke pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%.
"World Bank mengatakan bahwa dampak corona kalau turun 1% ke GDP China, ke GDP Indonesia turunnya bisa 0,3%. Tapi perhitungan di tim saya, bukan 0,3%. Setiap 1% GDP China, penurunannya di Indonesia 0,23%. Bukan menghibur, tapi berdasarkan fakta-fakta yang kami temukan secara ilmiah. Jadi kalau World Bank 0,3%, kami lebih konservatiflah 0,23%," tegas Kasan. finance.detik.com
"Jadi sekitar 5-6 negara yang sudah publish data Januari itu umumnya ekspor dan impor turun. Dan yang terbesar Brazil yang penurunannya sampai dua digit. Korea Selatan juga turun, bahkan Korea menyatakan dalam rilisnya, salah satu penyebab penurunan ekspor dan impor disebabkan virus corona," kata Kasan dalam acara diseminasi hasil analisis BPPP dan outlook ekonomi dan perdagangan 2020 di kantornya, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Penurunan ekspor disebabkan oleh menurunnya permintaan di China, sedangkan penurunan impor karena terhentinya produksi berbagai industri di China. Kasan menuturkan, hal ini juga akan berdampak signifikan terhadap ekspor dan impor Indonesia dari dan ke China di Januari 2020.
"Karena aktivitas di China sebagian berhenti dan otomatis transaksinya terpengaruh. dan saya membayangkan ini pasti berdampak pada Indonesia," ungkapnya.
Baca juga: Efek Virus Corona, Pabrik Nissan di Jepang Berhenti Produksi
Meski Badan Pusat Statistik (BPS) belum merilis data ekspor-impor Indonesia di Januari 2020, namun melihat data negara lain, ia memprediksi ekspor-impor Indonesia di awal 2020 ini juga akan turun.
"Pertama, ekspor dan impor di Januari, corona ini kan Desember ya, sehingga Januari sudah terdampak," imbuh dia.
Berdasarkan kajian BPPP, jika pertumbuhan ekonomi China turun 1% sebab virus corona ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut turun sebesar 0,23%. Tentunya angka tersebut berbeda dengan prediksi Bank Dunia yakni dampaknya ke pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%.
"World Bank mengatakan bahwa dampak corona kalau turun 1% ke GDP China, ke GDP Indonesia turunnya bisa 0,3%. Tapi perhitungan di tim saya, bukan 0,3%. Setiap 1% GDP China, penurunannya di Indonesia 0,23%. Bukan menghibur, tapi berdasarkan fakta-fakta yang kami temukan secara ilmiah. Jadi kalau World Bank 0,3%, kami lebih konservatiflah 0,23%," tegas Kasan. finance.detik.com