BEIJING - Sebuah rekaman video yang diambil menggunakan drone memperlihatkan ratusan pria Muslim Uighur ditutup matanya dan dibelenggu di sebuah stasiun kereta api.
Mereka digiring oleh pasukan polisi China ke sebuah lokasi yang kemungkinan adalah kamp-kamp penahanan.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) selama ini menuduh pemerintah China yang dikuasai Partai Komunis menahan satu juta orang terutama warga Uighur di "kamp konsentrasi" di wilayah Xinjiang barat laut. China telah berkali-kali membantah tuduhan itu.
Rekaman video itu diunggah ke YouTube minggu lalu oleh akun yang menamakan diri War on Fear. Video juga di-posting di Twitter oleh akun @warcombatfear. Keaslian video sejauh ini belum bisa diverifikasi secara independen.
"Tujuan kami adalah untuk melawan rasa takut," bunyi keterangan dalam deskripsi video.
"Masyarakat saat ini selalu hidup di bawah pengawasan pemerintah dengan teknologi tinggi. Orang kehilangan kebebasannya. Para pemimpin Partai Komunis China menyebut mereka patriotik dan mencintai rakyat. Bahkan, mereka hanya mencintai partai dan hanya cinta kekuasaan," lanjut keterangan di video tersebut.
"Video-video ini diambil di China. Ini adalah penindasan jangka panjang atas hak asasi manusia dan kebebasan mendasar oleh pemerintah China di Daerah Otonomi Uigur Xinjiang."
Seorang sumber keamanan Eropa mengatakan kepada Sky News bahwa pihaknya percaya rekaman video itu asli dan kemungkinan diambil awal tahun ini. "Kami telah memeriksa rekaman itu dan yakin itu asli," kata sumber tersebut, yang dilansir Minggu (22/9/2019).
"Ini menunjukkan hingga 600 tahanan dipindahkan, mereka dibelenggu bersama, memiliki kepala yang dicukur, ditutup matanya dan tangan mereka dikunci di belakang punggung mereka. Ini tipikal cara China memindahkan tahanan jenis ini," ujarnya.
Nathan Ruser, seorang peneliti dari Australian Strategic Policy Institute’s International Cyber Policy Centre yang sebelumnya telah menganalisis data satelit untuk memetakan kamp "pendidikan ulang" China, juga percaya rekaman itu asli.
Ruser, yang memposting analisisnya di Twitter, mengidentifikasi lokasi video itu sebagai Bayingol, Xinjiang, tetapi yakin itu sebenarnya direkam sekitar 20 Agustus tahun lalu. "Surat perintah internasional telah diberikan kepada jaksa penuntut berdasarkan video media sosial yang telah diverifikasi sedemikian rupa," tulis dia.
China berulang kali menegaskan bahwa kamp-kamp di Xinjiang hanyalah pusat "pendidikan ulang" yang fokus pada pelatihan dan pengembangan keterampilan. Namun, mantan narapidana menggambarkan penyiksaan fisik dan psikologis karena para tahanan dipaksa untuk meninggalkan agama Islam dan berjanji setia kepada negara.
Partai Komunis China dalam sebuah rekaman yang diperoleh Radio Free Asia sebelumnya membandingkan Islam dengan "penyakit menular". "Anggota masyarakat yang telah dipilih untuk pendidikan ulang telah terinfeksi oleh penyakit ideologis," bunyi rekaman dokumen partai tersebut.
"Terinfeksi oleh ekstremisme agama dan ideologi teroris yang kejam dan tidak mencari pengobatan seperti terinfeksi oleh penyakit yang belum diobati tepat waktu, atau seperti menggunakan obat-obatan beracun," lanjut bunyi rekaman tersebut. "Tidak ada jaminan bahwa itu tidak akan memicu dan mem. sumut.sindonews.com
Mereka digiring oleh pasukan polisi China ke sebuah lokasi yang kemungkinan adalah kamp-kamp penahanan.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) selama ini menuduh pemerintah China yang dikuasai Partai Komunis menahan satu juta orang terutama warga Uighur di "kamp konsentrasi" di wilayah Xinjiang barat laut. China telah berkali-kali membantah tuduhan itu.
Rekaman video itu diunggah ke YouTube minggu lalu oleh akun yang menamakan diri War on Fear. Video juga di-posting di Twitter oleh akun @warcombatfear. Keaslian video sejauh ini belum bisa diverifikasi secara independen.
"Tujuan kami adalah untuk melawan rasa takut," bunyi keterangan dalam deskripsi video.
"Masyarakat saat ini selalu hidup di bawah pengawasan pemerintah dengan teknologi tinggi. Orang kehilangan kebebasannya. Para pemimpin Partai Komunis China menyebut mereka patriotik dan mencintai rakyat. Bahkan, mereka hanya mencintai partai dan hanya cinta kekuasaan," lanjut keterangan di video tersebut.
"Video-video ini diambil di China. Ini adalah penindasan jangka panjang atas hak asasi manusia dan kebebasan mendasar oleh pemerintah China di Daerah Otonomi Uigur Xinjiang."
Seorang sumber keamanan Eropa mengatakan kepada Sky News bahwa pihaknya percaya rekaman video itu asli dan kemungkinan diambil awal tahun ini. "Kami telah memeriksa rekaman itu dan yakin itu asli," kata sumber tersebut, yang dilansir Minggu (22/9/2019).
"Ini menunjukkan hingga 600 tahanan dipindahkan, mereka dibelenggu bersama, memiliki kepala yang dicukur, ditutup matanya dan tangan mereka dikunci di belakang punggung mereka. Ini tipikal cara China memindahkan tahanan jenis ini," ujarnya.
Nathan Ruser, seorang peneliti dari Australian Strategic Policy Institute’s International Cyber Policy Centre yang sebelumnya telah menganalisis data satelit untuk memetakan kamp "pendidikan ulang" China, juga percaya rekaman itu asli.
Ruser, yang memposting analisisnya di Twitter, mengidentifikasi lokasi video itu sebagai Bayingol, Xinjiang, tetapi yakin itu sebenarnya direkam sekitar 20 Agustus tahun lalu. "Surat perintah internasional telah diberikan kepada jaksa penuntut berdasarkan video media sosial yang telah diverifikasi sedemikian rupa," tulis dia.
China berulang kali menegaskan bahwa kamp-kamp di Xinjiang hanyalah pusat "pendidikan ulang" yang fokus pada pelatihan dan pengembangan keterampilan. Namun, mantan narapidana menggambarkan penyiksaan fisik dan psikologis karena para tahanan dipaksa untuk meninggalkan agama Islam dan berjanji setia kepada negara.
Partai Komunis China dalam sebuah rekaman yang diperoleh Radio Free Asia sebelumnya membandingkan Islam dengan "penyakit menular". "Anggota masyarakat yang telah dipilih untuk pendidikan ulang telah terinfeksi oleh penyakit ideologis," bunyi rekaman dokumen partai tersebut.
"Terinfeksi oleh ekstremisme agama dan ideologi teroris yang kejam dan tidak mencari pengobatan seperti terinfeksi oleh penyakit yang belum diobati tepat waktu, atau seperti menggunakan obat-obatan beracun," lanjut bunyi rekaman tersebut. "Tidak ada jaminan bahwa itu tidak akan memicu dan mem. sumut.sindonews.com