Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah menyusun Instruksi Presiden (Inpres) yang menetapkan bahwa penunggak iuran BPJS Kesehatan tidak bisa mengakses pelayanan publik. Aturan ini bertujuan untuk meningkatkan kolektibilitas iuran BPJS Kesehatan.
Hal itu diungkap oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris. Saat ini Inpres tersebut masih digodok berbagai pihak terkait di Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
"Kita masuk ke fase berikutnya, sedang disusun Inpres di Kemenko PMK yang menginisiasi pelayanan publik," jelasnya dalam Forum Merdeka Barat di Kemenkominfo, Jakarta, Senin (7/10).
Petugas melayani pengurusan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Dia pun menjelaskan dalam Inpres ini, penunggak iuran BPJS Kesehatan tidak akan bisa memperpanjang paspor, SIM, tak bisa mengajukan kredit perbankan, hingga tak bisa mengurus administrasi pertanahan. Selama ini, hal itu hanya menjadi wacana.
"Selama ini, itu hanya menjadi tekstual karena pelayanan publik tidak ada di BPJS Kesehatan. Dengan adanya instruksi ini, kita bisa melakukan koordinasi penegakan," kata Fachmi.
Saat disinggung mengenai target penerbitan aturan ini, dia mengaku tak tahu lantaran hal tersebut merupakan kewenangan Kemenko PMK. Namun dia berharap, aturan tersebut bisa segera diterbitkan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Kalsum Komaryani, menjelaskan bahwa nantinya Inpres itu akan ditujukan bagi 26 Kementerian/Lembaga dan seluruh kepala daerah yang melakukan pelayanan publik.
"Instruksi Presiden ini tujuannya untuk mengoptimalkan jumlah coverage dan untuk meningkatkan kolektibilitas iuran agar rutin membayar," paparnya.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengungkapkan bahwa tingkat kolektibilitas yang begitu rendah yaitu kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri BPJS Kesehatan, hanya mencapai 50 persen dari total 23 juta peserta.
"Nah ini sumber BPJS defisit. Karena dia mendaftar pada saat sakit, setelah mendapat layanan dia berhenti," ucap Mardiasmo. kumparan.com
Hal itu diungkap oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris. Saat ini Inpres tersebut masih digodok berbagai pihak terkait di Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
"Kita masuk ke fase berikutnya, sedang disusun Inpres di Kemenko PMK yang menginisiasi pelayanan publik," jelasnya dalam Forum Merdeka Barat di Kemenkominfo, Jakarta, Senin (7/10).
Petugas melayani pengurusan kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Dia pun menjelaskan dalam Inpres ini, penunggak iuran BPJS Kesehatan tidak akan bisa memperpanjang paspor, SIM, tak bisa mengajukan kredit perbankan, hingga tak bisa mengurus administrasi pertanahan. Selama ini, hal itu hanya menjadi wacana.
"Selama ini, itu hanya menjadi tekstual karena pelayanan publik tidak ada di BPJS Kesehatan. Dengan adanya instruksi ini, kita bisa melakukan koordinasi penegakan," kata Fachmi.
Saat disinggung mengenai target penerbitan aturan ini, dia mengaku tak tahu lantaran hal tersebut merupakan kewenangan Kemenko PMK. Namun dia berharap, aturan tersebut bisa segera diterbitkan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes, Kalsum Komaryani, menjelaskan bahwa nantinya Inpres itu akan ditujukan bagi 26 Kementerian/Lembaga dan seluruh kepala daerah yang melakukan pelayanan publik.
"Instruksi Presiden ini tujuannya untuk mengoptimalkan jumlah coverage dan untuk meningkatkan kolektibilitas iuran agar rutin membayar," paparnya.
Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, mengungkapkan bahwa tingkat kolektibilitas yang begitu rendah yaitu kategori Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri BPJS Kesehatan, hanya mencapai 50 persen dari total 23 juta peserta.
"Nah ini sumber BPJS defisit. Karena dia mendaftar pada saat sakit, setelah mendapat layanan dia berhenti," ucap Mardiasmo. kumparan.com