Korban tewas akibat kerusuhan di Wamena, Jayawijaya, pada Senin (23/09) telah bertambah.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengonfirmasi telah ditemukan beberapa jenazah lagi di Wamena.
"Sebanyak 26 orang meninggal dunia, 22 orang adalah masyarakat Papua pendatang," kata Tito Karnavian dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (24/09).
Menurut Kapolri, empat orang lain yang meninggal dunia adalah masyarakat asli Papua.
"Itu profesinya mulai dari tukang ojek, pekerja ruko, kemudian bekerja di restoran, mereka ada yang dibacok dan dipanah," kata Tito.
Sehari sebelumnya, Komandan Kodim Jayawijaya Candra Dianto, mengatakan setidaknya 17 orang meninggal dan 66 luka-luka akibat "kena bacok, parah, panah".
Candra mengatakan pencarian korban akan dilanjutkan Selasa (24/09) di tengah sejumlah rumah dan ruko yang terbakar.
Dari korban meninggal yang sudah diidentifikasi, satu orang dari masyarakat setempat dan selebihnya masyarakat "pendatang yang saat ini berada di RSUD Wamena."
"Besok kita akan lanjutkan pencarian korban karena ada beberapa ruko dan rumah yang hangus terbakar yang belum lakukan pemeriksaan. Sehingga besok kita akan maksimalkan dan malam ini juga akan melaksanakan patroli gabungan," kata Letkol Infantri Candra Dianto dalam keterangan tertulis.
Tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, sebelumnya mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa aksi pembakaran berlangsung di kantor bupati, kantor PLN, dan sejumlah ruko.
Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image caption
Beberapa bangunan dilalap api dalam kericuhan di Wamena, Senin (23/09).
"Jadi tadi kantor bagian keuangan di kantor bupati dibakar, PLN juga dibakar. Dan beberapa kios kecil di pinggir rumah jalan, itu dibakar," kata tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, melalui sambungan telepon kepada BBC Indonesia, Senin (23/09).
Namun, Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menegaskan aksi unjuk rasa di Wamena sudah dilokalisir oleh personel Brimob yang diperbantukan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Unjuk rasa itu sudah dilokasir oleh Brimob, kemudian Bupati Jayawijaya juga sudah mendekati mereka (pendemo) supaya tidak lagi lakukan tindakan anarkis," katanya.
Jhon Djonga--sapaan Yohannes Djonga--mengatakan aksi ini dipicu oleh pernyataan rasial dari seorang guru kepada seorang siswa di SMA PGRI, Sabtu (21/09). Karena tidak terima, siswa di SMA PGRI kemudian berencana untuk berunjuk rasa Senin (23/09).
Isu rasisme atau tawuran pelajar?
"Tapi besoknya hari Minggu. Jadi belum bereaksi. Ternyata sudah beredar hari ini (Senin 23/09), mereka memang anak-anak mau demo ke polisi, lapor tentang ibu guru itu," tambah Jhon Djonga.
Menurut keterangan Jhon Djonga, aksi ini juga melibatkan hampir seluruh siswa di SMA Wamena lantaran para siswa SMA PGRI mendatangi sekolah-sekolah lain dan mengajak seluruh pelajar untuk berdemonstrasi.
"Mereka (rencana awal) ke kantor polisi, ke polres, tapi kemudian karena tidak teroganisir ada yang ke polres ada yang ke kantor bupati," tambah Jhon Djonga.
Hak atas fotoANTARA
Image caption
Suasana di Kota Wamena, Papua, pada Senin (23/09).
Tetapi Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menyebutkan bahwa insiden rasial di SMA PGRI adalah isu hoaks dan membantah kerusuhan ini akibat insiden rasial.
Ia menyebut keributan yang terjadi di Wamena karena tawuran antar pelajar.
"Pada Minggu lalu ada isu bahwa ada seorang guru mengeluarkan kata-kata rasis sehingga sebagai bentuk solidaritas melakukan aksi demonstrasi atau unjuk rasa pagi tadi," kata Rudolf di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (23/09), kepada kantor berita Antara.
"Guru tersebut sudah kita tanyakan dan dia katakan tidak pernah keluarkan kata-kata atau kalimat rasis, itu sudah kita pastikan," lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan kepada wartawan bahwa situasi "sedang ditangani oleh aparat polri dan TNI untuk meredam dan mitigasi agar tidak meluas tindakan anarkis oleh massa."
Menurutnya, "saat ini masih dapat dikendalikan oleh aparat keamanan".
Kericuhan ini menyebabkan operasional Bandara Wamena, Senin (23/9) dihentikan sementara, kata Kepala Bandara Wamena Joko Harjani kepada Antara.
Penghentian operasional bandara dilakukan sekitar pukul 10.30 WIT dengan menerbangkan tiga pesawat cargo yang sebelumnya berada di Bandara Wamena.
"Saat ini sudah tidak ada pesawat di bandara," kata Joko seraya menambahkan, bandara akan dibuka bila ada permintaan dari pihak kepolisian atau militer.
Bandara Wamena yang terletak di Lembah Baliem setiap hari melayani 120 penerbangan dari dan ke Wamena. Tingginya aktivitas penerbangan itu disebabkan Wamena menjadi pintu masuk ke beberapa kota dan kampung di Kawasan Pegunungan Tengah, kata Joko Harjani.
Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image caption
Personel TNI/Polri dikerahkan ke sekitar kampus Universitas Cenderawasih untuk membubarkan ratusan mahasiswa eksodus.
Demonstrasi di Jayapura, empat orang meninggal
Di Jayapura, kericuhan sempat berlangsung di kawasan Ekspo Waena setelah mahasiswa eksodus dipulangkan dari kampus Universitas Cenderawasih (Uncen).
Kepala Dinas Kesehatan Papua, Aloysius Giyai, mengonfirmasi terdapat empat orang tewas pascakericuhan. Kata dia, satu orang tewas dari pihak TNI, dan tiga lainnya dari warga sipil.
"Satu pakai almamater (mahasiswa). Yang dua belum dipastikan," kata Aloysius kepada BBC Indonesia sambil menambahkan sambil menambahkan, seluruh korban tewas karena luka.
"Tapi saya belum lihat lukanya seperti apa," tambahnya.
Selain empat korban tewas, terdapat 10 korban luka hingga pukul 14.00 WIT. "Saya belum cek ada penambahan atau tidak," kata Aloysius.
Terkait identitas korban tewas, Aloysius belum mau membeberkan. Menurutnya, saat ini RS Bhayangkara masih melakukan identifikasi.
Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menyebutkan bahwa ratusan mahasiswa yang eksodus dari kota studi luar Papua ingin mendirikan posko di halaman kampus Uncen, Abepura, Kota Jayapura.
"Jadi mereka ini adalah mahasiswa luar Papua yang tanpa izin dari Uncen mau mendirikan posko mahasiswa dan itu tidak dibenarkan," kata Rudolf kepada kantor berita Antara di Abepura, Kota Jayapura, Senin siang.
Menurutnya, Polda Papua dibantu Brimob BKO Nusantara telah membubarkan mereka.
"Jadi, kita bubarkan mereka supaya tidak jadi posko dan perkuliahan di Uncen tidak macet. Karena hari ini ada Sidang Umum PBB hari pertama, kami dari Polri tidak ingin hal ini jadi negatif buat kami, sehingga kami berusaha untuk bernegosiasi untuk pulangkan mereka," katanya lagi.
Rudolf menambahkan, jumlah mahasiswa eksodus dari berbagai wilayah di Indonesia mencapai sekitar 600 orang.
"Lumayan jumlahnya, ada 20 mobil (truk) yang angkut dikalikan 30 orang. Mereka kita kembalikan ke Ekspo Wamena, karena titik kumpul mereka di sana," katanya.
Dalam demonstrasi tersebut, seorang prajurit Yonif 751/Raider bernama Praka Zulkifli meninggal dunia.
Prajurit yang sedang diperbantukan sebagai pengemudi kendaraan dinas truk pengangkut pasukan ini disebut mengalami luka bacokan di kepala bagian belakang setibanya di daerah Expo Waena.
"Massa AMP (Aliansi Mahasiswa Papua) yang baru turun dari kendaraan berbalik menyerang aparat keamanan yang mengawal mereka pulang," sebut Letkol CPL Eko Daryanto selaku kepala penerangan Kodam XVII/Cenderawasih.
"Korban sempat dievakuasi menuju RS Bhayangkara untuk mendapat perawatan medis. Namun karena pendarahan yang hebat, nyawa Praka Zulkifli tidak dapat terselamatkan. Sekitar pukul 12.30 WIT, Praka Zulkifli dinyatakan meninggal dunia," lanjutnya.
Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image caption
Sejumlah mahasiswa diangkut menggunakan truk dan bus dari kampus Universitas Cenderawasih, pada Senin (23/09).
Kronologi ricuh Jayapura versi Kontras Papua
Sementara itu, Koordinator KontraS Papua, Markus, mengaku ikut terjebak di dalam kericuhan antara mahasiswa dan TNI/Polri di kawasan Taman Budaya Ekspo Waena. Ia melihat ada kelompok orang berseragam sipil bersenjata tajam yang ikut memukuli mahasiswa.
"Saya sendiri, dan beberapa masyarakat harus bersembunyi, harus mepet-mepet dalam satu tempat yang kecil untuk bisa berlindung," kata Markus kepada BBC Indonesia, Senin (23/09).
Markus menambahkan kericuhan telah selesai. Sekitar pukul 15.00 WIT sebanyak 11 truk telah mengangkut mahasiswa dari kawasan Taman Budaya Ekspo Waena.
Markus pun memaparkan lini masa peristiwa kericuhan yang terjadi kawasan Ekspo Waena.
06.00 WIT
Ratusan mahasiswa Uncen duduk di halaman auditorium. Mereka ingin menjadikan Auditorium Uncen sebagai Posko Induk Mahasiswa Eksodus Papua.
"Aksi mereka di dalam kampus. Di halaman auditorium Uncen aksi mereka damai. Tenang. Tidak melakukan apa-apa. Tidak anarkis. Mereka hanya duduk diam saja. Dan berorasi," kata Markus.
07.30 WIT
Polisi datang untuk membubarkan massa aksi.
"Setelah memaksa membubarkan aksi, kawan-kawan mahasiswa yang melakukan, yang eksodus dari luar kota Papua ini memilih untuk diam dan tidak melawan," lanjut Markus.
10.30 WIT
Pembantu Rektor 3 Uncen datang bernegosiasi dengan mahasiswa. Akhirnya kedua sepakat agar posko dipidahkan ke Kawasan Ekspo Waena.
Mahasiswa kemudian diantar menuju Ekspo Waena dengan tiga bus dan tujuh truk yang disediakan TNI/Polri.
"Berjalan (juga) sampai konvoi motor. Tidak melakukan perusakan atau apa pun. Perjalanan aman sampai di ekspo," lanjut Markus.
Hak atas fotoANTARA/ZABUR KARURU
Image caption
Personel Brimob berjaga di sekitar Asrama Mahasiswa Nayak Abepura di Kota Jayapura, Papua, Minggu (1/9).
12.30 WIT
Sampai di halaman taman budaya Ekspo Waena, keributan terjadi. Namun, Markus tidak bisa memastikan apa yang menjadi akar masalah keributan. Terdengar letusan tembakan, dan massa kocar-kacir.
"Waktu kocar-kacir, aparat ini sudah kepung mereka. Aparat mengeluarkan tembakan gas air mata, tembakan ke udara, ada juga yang ke arah massa," kata Markus.
Ia melanjutkan, " Ada yang meninggal satu mahasiwa. Kena tembak."
Markus juga mengaku melihat adanya kelompok berseragam sipil di kawasan budaya ekspo Waena yang dilengkapi senjata tajam.
"Yang saya lihat dengan jarak 15 meter, bagaimana mereka memegang parang panjang, dan mengintimidasi. Mereka langsung memukul dan menendang (mahasiswa)," tambah Markus.
13.30 WIT
Ratusan mahasiswa dikumpulkan di Taman Budaya Ekspo Waena.
Alberto, seorang saksi mata, mengatakan sebagian dari mereka telanjang dada dan dijemur di bawah terik matahari.
"Ya benar saya melihat sendiri. Mereka masih di sini di kompleks ekspo taman budaya Waena," kata saksi mata Alberto, Senin (23/09).
Alberto mengaku melihat mahasiswa yang dijemur berjumlah ratusan orang.
"Ada yang perempuan ditempatkan sendiri, di tempat teduh di bawah pepohonan. Yang cowoknya, masih. Sebagian itu dibawa truk polisi. Apakah mereka dipulangkan atau ke mana saya tidak tahu," katanya.
15.00 WIT
11 truk TNI/Polri mengangkut mahasiswa dari Taman Budaya Ekspo Waena.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengonfirmasi telah ditemukan beberapa jenazah lagi di Wamena.
"Sebanyak 26 orang meninggal dunia, 22 orang adalah masyarakat Papua pendatang," kata Tito Karnavian dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (24/09).
Menurut Kapolri, empat orang lain yang meninggal dunia adalah masyarakat asli Papua.
"Itu profesinya mulai dari tukang ojek, pekerja ruko, kemudian bekerja di restoran, mereka ada yang dibacok dan dipanah," kata Tito.
Sehari sebelumnya, Komandan Kodim Jayawijaya Candra Dianto, mengatakan setidaknya 17 orang meninggal dan 66 luka-luka akibat "kena bacok, parah, panah".
Candra mengatakan pencarian korban akan dilanjutkan Selasa (24/09) di tengah sejumlah rumah dan ruko yang terbakar.
Dari korban meninggal yang sudah diidentifikasi, satu orang dari masyarakat setempat dan selebihnya masyarakat "pendatang yang saat ini berada di RSUD Wamena."
"Besok kita akan lanjutkan pencarian korban karena ada beberapa ruko dan rumah yang hangus terbakar yang belum lakukan pemeriksaan. Sehingga besok kita akan maksimalkan dan malam ini juga akan melaksanakan patroli gabungan," kata Letkol Infantri Candra Dianto dalam keterangan tertulis.
Tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, sebelumnya mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa aksi pembakaran berlangsung di kantor bupati, kantor PLN, dan sejumlah ruko.
Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image caption
Beberapa bangunan dilalap api dalam kericuhan di Wamena, Senin (23/09).
"Jadi tadi kantor bagian keuangan di kantor bupati dibakar, PLN juga dibakar. Dan beberapa kios kecil di pinggir rumah jalan, itu dibakar," kata tokoh gereja di Wamena, Yohannes Djonga, melalui sambungan telepon kepada BBC Indonesia, Senin (23/09).
Namun, Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menegaskan aksi unjuk rasa di Wamena sudah dilokalisir oleh personel Brimob yang diperbantukan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
"Unjuk rasa itu sudah dilokasir oleh Brimob, kemudian Bupati Jayawijaya juga sudah mendekati mereka (pendemo) supaya tidak lagi lakukan tindakan anarkis," katanya.
Jhon Djonga--sapaan Yohannes Djonga--mengatakan aksi ini dipicu oleh pernyataan rasial dari seorang guru kepada seorang siswa di SMA PGRI, Sabtu (21/09). Karena tidak terima, siswa di SMA PGRI kemudian berencana untuk berunjuk rasa Senin (23/09).
Isu rasisme atau tawuran pelajar?
"Tapi besoknya hari Minggu. Jadi belum bereaksi. Ternyata sudah beredar hari ini (Senin 23/09), mereka memang anak-anak mau demo ke polisi, lapor tentang ibu guru itu," tambah Jhon Djonga.
Menurut keterangan Jhon Djonga, aksi ini juga melibatkan hampir seluruh siswa di SMA Wamena lantaran para siswa SMA PGRI mendatangi sekolah-sekolah lain dan mengajak seluruh pelajar untuk berdemonstrasi.
"Mereka (rencana awal) ke kantor polisi, ke polres, tapi kemudian karena tidak teroganisir ada yang ke polres ada yang ke kantor bupati," tambah Jhon Djonga.
Hak atas fotoANTARA
Image caption
Suasana di Kota Wamena, Papua, pada Senin (23/09).
Tetapi Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menyebutkan bahwa insiden rasial di SMA PGRI adalah isu hoaks dan membantah kerusuhan ini akibat insiden rasial.
Ia menyebut keributan yang terjadi di Wamena karena tawuran antar pelajar.
"Pada Minggu lalu ada isu bahwa ada seorang guru mengeluarkan kata-kata rasis sehingga sebagai bentuk solidaritas melakukan aksi demonstrasi atau unjuk rasa pagi tadi," kata Rudolf di Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (23/09), kepada kantor berita Antara.
"Guru tersebut sudah kita tanyakan dan dia katakan tidak pernah keluarkan kata-kata atau kalimat rasis, itu sudah kita pastikan," lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan kepada wartawan bahwa situasi "sedang ditangani oleh aparat polri dan TNI untuk meredam dan mitigasi agar tidak meluas tindakan anarkis oleh massa."
Menurutnya, "saat ini masih dapat dikendalikan oleh aparat keamanan".
Kericuhan ini menyebabkan operasional Bandara Wamena, Senin (23/9) dihentikan sementara, kata Kepala Bandara Wamena Joko Harjani kepada Antara.
Penghentian operasional bandara dilakukan sekitar pukul 10.30 WIT dengan menerbangkan tiga pesawat cargo yang sebelumnya berada di Bandara Wamena.
"Saat ini sudah tidak ada pesawat di bandara," kata Joko seraya menambahkan, bandara akan dibuka bila ada permintaan dari pihak kepolisian atau militer.
Bandara Wamena yang terletak di Lembah Baliem setiap hari melayani 120 penerbangan dari dan ke Wamena. Tingginya aktivitas penerbangan itu disebabkan Wamena menjadi pintu masuk ke beberapa kota dan kampung di Kawasan Pegunungan Tengah, kata Joko Harjani.
Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image caption
Personel TNI/Polri dikerahkan ke sekitar kampus Universitas Cenderawasih untuk membubarkan ratusan mahasiswa eksodus.
Demonstrasi di Jayapura, empat orang meninggal
Di Jayapura, kericuhan sempat berlangsung di kawasan Ekspo Waena setelah mahasiswa eksodus dipulangkan dari kampus Universitas Cenderawasih (Uncen).
Kepala Dinas Kesehatan Papua, Aloysius Giyai, mengonfirmasi terdapat empat orang tewas pascakericuhan. Kata dia, satu orang tewas dari pihak TNI, dan tiga lainnya dari warga sipil.
"Satu pakai almamater (mahasiswa). Yang dua belum dipastikan," kata Aloysius kepada BBC Indonesia sambil menambahkan sambil menambahkan, seluruh korban tewas karena luka.
"Tapi saya belum lihat lukanya seperti apa," tambahnya.
Selain empat korban tewas, terdapat 10 korban luka hingga pukul 14.00 WIT. "Saya belum cek ada penambahan atau tidak," kata Aloysius.
Terkait identitas korban tewas, Aloysius belum mau membeberkan. Menurutnya, saat ini RS Bhayangkara masih melakukan identifikasi.
Kapolda Papua, Irjen Pol Rudolf A Rodja, menyebutkan bahwa ratusan mahasiswa yang eksodus dari kota studi luar Papua ingin mendirikan posko di halaman kampus Uncen, Abepura, Kota Jayapura.
"Jadi mereka ini adalah mahasiswa luar Papua yang tanpa izin dari Uncen mau mendirikan posko mahasiswa dan itu tidak dibenarkan," kata Rudolf kepada kantor berita Antara di Abepura, Kota Jayapura, Senin siang.
Menurutnya, Polda Papua dibantu Brimob BKO Nusantara telah membubarkan mereka.
"Jadi, kita bubarkan mereka supaya tidak jadi posko dan perkuliahan di Uncen tidak macet. Karena hari ini ada Sidang Umum PBB hari pertama, kami dari Polri tidak ingin hal ini jadi negatif buat kami, sehingga kami berusaha untuk bernegosiasi untuk pulangkan mereka," katanya lagi.
Rudolf menambahkan, jumlah mahasiswa eksodus dari berbagai wilayah di Indonesia mencapai sekitar 600 orang.
"Lumayan jumlahnya, ada 20 mobil (truk) yang angkut dikalikan 30 orang. Mereka kita kembalikan ke Ekspo Wamena, karena titik kumpul mereka di sana," katanya.
Dalam demonstrasi tersebut, seorang prajurit Yonif 751/Raider bernama Praka Zulkifli meninggal dunia.
Prajurit yang sedang diperbantukan sebagai pengemudi kendaraan dinas truk pengangkut pasukan ini disebut mengalami luka bacokan di kepala bagian belakang setibanya di daerah Expo Waena.
"Massa AMP (Aliansi Mahasiswa Papua) yang baru turun dari kendaraan berbalik menyerang aparat keamanan yang mengawal mereka pulang," sebut Letkol CPL Eko Daryanto selaku kepala penerangan Kodam XVII/Cenderawasih.
"Korban sempat dievakuasi menuju RS Bhayangkara untuk mendapat perawatan medis. Namun karena pendarahan yang hebat, nyawa Praka Zulkifli tidak dapat terselamatkan. Sekitar pukul 12.30 WIT, Praka Zulkifli dinyatakan meninggal dunia," lanjutnya.
Hak atas fotoAFP/GETTY IMAGES
Image caption
Sejumlah mahasiswa diangkut menggunakan truk dan bus dari kampus Universitas Cenderawasih, pada Senin (23/09).
Kronologi ricuh Jayapura versi Kontras Papua
Sementara itu, Koordinator KontraS Papua, Markus, mengaku ikut terjebak di dalam kericuhan antara mahasiswa dan TNI/Polri di kawasan Taman Budaya Ekspo Waena. Ia melihat ada kelompok orang berseragam sipil bersenjata tajam yang ikut memukuli mahasiswa.
"Saya sendiri, dan beberapa masyarakat harus bersembunyi, harus mepet-mepet dalam satu tempat yang kecil untuk bisa berlindung," kata Markus kepada BBC Indonesia, Senin (23/09).
Markus menambahkan kericuhan telah selesai. Sekitar pukul 15.00 WIT sebanyak 11 truk telah mengangkut mahasiswa dari kawasan Taman Budaya Ekspo Waena.
Markus pun memaparkan lini masa peristiwa kericuhan yang terjadi kawasan Ekspo Waena.
06.00 WIT
Ratusan mahasiswa Uncen duduk di halaman auditorium. Mereka ingin menjadikan Auditorium Uncen sebagai Posko Induk Mahasiswa Eksodus Papua.
"Aksi mereka di dalam kampus. Di halaman auditorium Uncen aksi mereka damai. Tenang. Tidak melakukan apa-apa. Tidak anarkis. Mereka hanya duduk diam saja. Dan berorasi," kata Markus.
07.30 WIT
Polisi datang untuk membubarkan massa aksi.
"Setelah memaksa membubarkan aksi, kawan-kawan mahasiswa yang melakukan, yang eksodus dari luar kota Papua ini memilih untuk diam dan tidak melawan," lanjut Markus.
10.30 WIT
Pembantu Rektor 3 Uncen datang bernegosiasi dengan mahasiswa. Akhirnya kedua sepakat agar posko dipidahkan ke Kawasan Ekspo Waena.
Mahasiswa kemudian diantar menuju Ekspo Waena dengan tiga bus dan tujuh truk yang disediakan TNI/Polri.
"Berjalan (juga) sampai konvoi motor. Tidak melakukan perusakan atau apa pun. Perjalanan aman sampai di ekspo," lanjut Markus.
Hak atas fotoANTARA/ZABUR KARURU
Image caption
Personel Brimob berjaga di sekitar Asrama Mahasiswa Nayak Abepura di Kota Jayapura, Papua, Minggu (1/9).
12.30 WIT
Sampai di halaman taman budaya Ekspo Waena, keributan terjadi. Namun, Markus tidak bisa memastikan apa yang menjadi akar masalah keributan. Terdengar letusan tembakan, dan massa kocar-kacir.
"Waktu kocar-kacir, aparat ini sudah kepung mereka. Aparat mengeluarkan tembakan gas air mata, tembakan ke udara, ada juga yang ke arah massa," kata Markus.
Ia melanjutkan, " Ada yang meninggal satu mahasiwa. Kena tembak."
Markus juga mengaku melihat adanya kelompok berseragam sipil di kawasan budaya ekspo Waena yang dilengkapi senjata tajam.
"Yang saya lihat dengan jarak 15 meter, bagaimana mereka memegang parang panjang, dan mengintimidasi. Mereka langsung memukul dan menendang (mahasiswa)," tambah Markus.
13.30 WIT
Ratusan mahasiswa dikumpulkan di Taman Budaya Ekspo Waena.
Alberto, seorang saksi mata, mengatakan sebagian dari mereka telanjang dada dan dijemur di bawah terik matahari.
"Ya benar saya melihat sendiri. Mereka masih di sini di kompleks ekspo taman budaya Waena," kata saksi mata Alberto, Senin (23/09).
Alberto mengaku melihat mahasiswa yang dijemur berjumlah ratusan orang.
"Ada yang perempuan ditempatkan sendiri, di tempat teduh di bawah pepohonan. Yang cowoknya, masih. Sebagian itu dibawa truk polisi. Apakah mereka dipulangkan atau ke mana saya tidak tahu," katanya.
15.00 WIT
11 truk TNI/Polri mengangkut mahasiswa dari Taman Budaya Ekspo Waena.