Kekalahan Indonesia oleh Brasil di World Trade Organization (WTO) menambah daftar panjang serbuan barang impor yang masuk ke dalam negeri. Terlepas dampak impor daging bagi peternak ayam, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan keputusan ini harus dijalankan apapun konsekuensinya karena dapat memancing respons negara tetangga.
“Tidak ada pilihan lain untuk kita menyesuaikan sesuai rekomendasi dari WTO,” ucap Enggar, Rabu (7/8/2019) seperti dikutip dari Antara.
Hingga Agustus ini, impor beberapa komoditas lain yang dilakukan pemerintah juga sempat menjadi sorotan. Salah satunya impor beras yang diberikan saat petani sedang panen raya. Bahkan impor sempat dipaksakan saat kapasitas Gudang Bulog sudah berlebih.
Kemudian ada juga kritik pada impor gula yang sempat meroket hingga Indonesia menjadi importir terbesar di dunia per tahun 2017-2018. Impor jagung sebanyak 60 ribu ton per Maret 2019 juga menjadi polemik karena diberikan saat kesalahan data belum dibenahi.
Lalu impor baja yang masuk ke Indonesia sempat berimbas pada produsen baja lokal akibat Permendag Nomor 22 Tahun 2018 membuka celah masuknya penjualan baja karbon yang lebih murah dari pasar domestik.
Tak hanya itu, masuknya produk semen asing ke Indonesia juga menuai persoalan. Sebab, produksi semen Indonesia masih surplus 35 juta ton per tahun.
Belum lagi, dari sejumlah kebijakan impor yang dikeluarkan juga kerap bersinggungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 9 Agustus 2019 lalu, KPK menangkap 11 orang terkait suap impor bawang putih.
Nama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bahkan terseret dalam kasus dugaan gratifikasi impor pupuk oleh anggota DPR RI nonaktif, Bowo Sidik Pangarso. KPK pernah menggeledah kantor Enggar dan menyita dokumen impor gula rafinasi.
KPK juga sudah tiga kali memanggil Enggar untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut, namun ia mangkir.
Presiden Joko Widodo sebenarnya mengatahui bila dampak dari derasnya impor ini membuat defisit neraca perdagangan Indonesia masih melebar di angka 1,93 miliar dolar AS per Juli 2019 dibandingkan capaian year on year 2018. Belum lagi, sepanjang 2018 defisit neraca perdagangan tercatat menjadi yang terdalam dengan nilai 8,70 miliar dolar AS selama periode pertama Jokowi. Tirto.id
“Tidak ada pilihan lain untuk kita menyesuaikan sesuai rekomendasi dari WTO,” ucap Enggar, Rabu (7/8/2019) seperti dikutip dari Antara.
Hingga Agustus ini, impor beberapa komoditas lain yang dilakukan pemerintah juga sempat menjadi sorotan. Salah satunya impor beras yang diberikan saat petani sedang panen raya. Bahkan impor sempat dipaksakan saat kapasitas Gudang Bulog sudah berlebih.
Kemudian ada juga kritik pada impor gula yang sempat meroket hingga Indonesia menjadi importir terbesar di dunia per tahun 2017-2018. Impor jagung sebanyak 60 ribu ton per Maret 2019 juga menjadi polemik karena diberikan saat kesalahan data belum dibenahi.
Lalu impor baja yang masuk ke Indonesia sempat berimbas pada produsen baja lokal akibat Permendag Nomor 22 Tahun 2018 membuka celah masuknya penjualan baja karbon yang lebih murah dari pasar domestik.
Tak hanya itu, masuknya produk semen asing ke Indonesia juga menuai persoalan. Sebab, produksi semen Indonesia masih surplus 35 juta ton per tahun.
Belum lagi, dari sejumlah kebijakan impor yang dikeluarkan juga kerap bersinggungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 9 Agustus 2019 lalu, KPK menangkap 11 orang terkait suap impor bawang putih.
Nama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bahkan terseret dalam kasus dugaan gratifikasi impor pupuk oleh anggota DPR RI nonaktif, Bowo Sidik Pangarso. KPK pernah menggeledah kantor Enggar dan menyita dokumen impor gula rafinasi.
KPK juga sudah tiga kali memanggil Enggar untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut, namun ia mangkir.
Presiden Joko Widodo sebenarnya mengatahui bila dampak dari derasnya impor ini membuat defisit neraca perdagangan Indonesia masih melebar di angka 1,93 miliar dolar AS per Juli 2019 dibandingkan capaian year on year 2018. Belum lagi, sepanjang 2018 defisit neraca perdagangan tercatat menjadi yang terdalam dengan nilai 8,70 miliar dolar AS selama periode pertama Jokowi. Tirto.id