Jurnalmsulim.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memastikan akan memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke Pulau Kalimantan. Jokowi sebagai Kepala negara bahkan telah meminta izin dewan parlemen untuk mengeksekusi rencana tersebut.
Jika ditelisik lebih jauh, Indonesia memang bukan menjadi negara pertama yang memindahkan ibu kota. Dalam beberapa puluh tahun terakhir, ada sejumlah negara yang sudah terlebih dahulu memindahkan pusat pemerintahannya.
Mulai dari Rio de Janeiro ke Brasilia (Brasil), Dar es Salaam ke Dodoma (Tanzania), Karachi ke Islamabad (Pakistan), Lagos ke Abuja (Nigeria), Almaty ke Astana (Kazakhstan), hingga Kuala Lumpur ke Putra Jaya (Malaysia).
Namun, faktanya tidak semua pemindahan ibu kota berjalan mulus. Berdasarkan catatan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), ada beberapa bukti konkret pemindahan ibu kota berakhir dengan kegagalan.
"Setidaknya kita bisa melihat ada 4 kegagalan fungsi ibu kota negara," ungkap Ekonom Senior INDEF Fadhil Hasan dalam sebuah diskusi, Jumat (24/8/2019).
Misalnya, seperti Putra Jaya. Fadhil mengutarakan, meskipun ibu kota sudah berpindah dari Kuala Lumpur, namun pegawai pemerintahan Malaysia justru tidak ikut berpindah ke Putra Jaya karena faktor keluarga. Secara jarak, Kuala Lumpur dan Putra Jaya berdekatan.
Selain itu, menurut Fadhil, pemindahan ibu kota Australia ke Canberra juga menjadi contoh konkret lainnya. Wilayah tersebut sambung, justru sepi dan tidak diminati oleh penduduk setempat untuk bermukim dalam jangka waktu lama.
"Pemindahan ibu kota Seoul ke Sejong sudah diputuskan sejak 2012, tapi sampai saat ini prosesnya masih belum selesai," kata Fadhil.
"Salah satu kendalanya adalah besarnya biaya pembangunan dan dinamika politik domestik, sehingga turut menghambat pembangunan ibu kota," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Emil Salim menilai, upaya pemerintah yang membandingkan pemindahan ibu kota dengan negara lain salah kaprah.
"Kita ini negara kepulauan, ada 17.000 pulau, diapit dua samudera dan berada di pusat lalu lintas maritim. Di Brasil, kau bisa jalan kaki atau naik sepeda dari Rio ke Brasilia. Kau tidak bisa jalan kaki ke Kalimantan," katanya.
"Jadi jangan disamakan negara kita dengan ibu kota kontingen. Kita ini negara kepulauan. Mana logikanya," tegas Emil. Cnbcindonesia.com
Jika ditelisik lebih jauh, Indonesia memang bukan menjadi negara pertama yang memindahkan ibu kota. Dalam beberapa puluh tahun terakhir, ada sejumlah negara yang sudah terlebih dahulu memindahkan pusat pemerintahannya.
Mulai dari Rio de Janeiro ke Brasilia (Brasil), Dar es Salaam ke Dodoma (Tanzania), Karachi ke Islamabad (Pakistan), Lagos ke Abuja (Nigeria), Almaty ke Astana (Kazakhstan), hingga Kuala Lumpur ke Putra Jaya (Malaysia).
Namun, faktanya tidak semua pemindahan ibu kota berjalan mulus. Berdasarkan catatan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), ada beberapa bukti konkret pemindahan ibu kota berakhir dengan kegagalan.
"Setidaknya kita bisa melihat ada 4 kegagalan fungsi ibu kota negara," ungkap Ekonom Senior INDEF Fadhil Hasan dalam sebuah diskusi, Jumat (24/8/2019).
Misalnya, seperti Putra Jaya. Fadhil mengutarakan, meskipun ibu kota sudah berpindah dari Kuala Lumpur, namun pegawai pemerintahan Malaysia justru tidak ikut berpindah ke Putra Jaya karena faktor keluarga. Secara jarak, Kuala Lumpur dan Putra Jaya berdekatan.
Selain itu, menurut Fadhil, pemindahan ibu kota Australia ke Canberra juga menjadi contoh konkret lainnya. Wilayah tersebut sambung, justru sepi dan tidak diminati oleh penduduk setempat untuk bermukim dalam jangka waktu lama.
"Pemindahan ibu kota Seoul ke Sejong sudah diputuskan sejak 2012, tapi sampai saat ini prosesnya masih belum selesai," kata Fadhil.
"Salah satu kendalanya adalah besarnya biaya pembangunan dan dinamika politik domestik, sehingga turut menghambat pembangunan ibu kota," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Emil Salim menilai, upaya pemerintah yang membandingkan pemindahan ibu kota dengan negara lain salah kaprah.
"Kita ini negara kepulauan, ada 17.000 pulau, diapit dua samudera dan berada di pusat lalu lintas maritim. Di Brasil, kau bisa jalan kaki atau naik sepeda dari Rio ke Brasilia. Kau tidak bisa jalan kaki ke Kalimantan," katanya.
"Jadi jangan disamakan negara kita dengan ibu kota kontingen. Kita ini negara kepulauan. Mana logikanya," tegas Emil. Cnbcindonesia.com