Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil meminta pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin tidak menjadikan isu radikalisme untuk menghilangkan sejumlah isu krusial yang seharusnya mendapatkan perhatian.
Dia menyatakan bahwa menjadikan isu radikalisme, apalagi hanya ditujukan untuk identitas dan agama tertentu sangat kontradiktif dengan upaya membangun harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Radikalisme jangan hanya dilihat dari satu aspek saja, melainkan harus ditinjau dari berbagai sudut. Saat muncul radikalisme, justru pemerintah harus bertanya ada apa, mengapa perilaku sosial menyimpang itu terjadi," kata Nasir dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (29/10).
Dia mengaku tidak menafikan bahwa perilaku keagamaan yang menyimpang berpotensi menjadi radikalisme yang menjurus kepada gerakan terorisme.
Namun, Nasir khawatir memunculkan isu radikalisme secara berlebihan adalah upaya untuk menutup kelemahan pemerintah mengatasi sejumlah masalah yang sebenarnya membutuhkan perhatian serius saat ini.
"Saya curiga isu radikalisme ingin menutup berbagai masalah yang kini tidak kunjung tuntas penyelesaiannya," kata dia.
Ia pun menyatakan bahwa terdapat sejumlah masalah yang wajib dituntaskan agar pemerintahan Jokowi-Ma'ruf saat ini.
Misalnya, menurut Nasir, terkait pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat yang semakin lemah, gerakan separatisme di Papua, kebakaran hutan, kekeringan, hingga krisis hukum dan supremasi hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, menjejali isu radikalisme secara berlebihan akan membuat masyarakat semakin kasihan.
"Kasihan rakyat Indonesia kalau hanya dijejali dengan isu radikalisme. Padahal jumlah pelakunya sangat sedikit dan gerakan mereka juga sudah mampu dilumpuhkan oleh aparat kepolisian dan militer," ujar dia. cnnindonesia.com
Dia menyatakan bahwa menjadikan isu radikalisme, apalagi hanya ditujukan untuk identitas dan agama tertentu sangat kontradiktif dengan upaya membangun harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Radikalisme jangan hanya dilihat dari satu aspek saja, melainkan harus ditinjau dari berbagai sudut. Saat muncul radikalisme, justru pemerintah harus bertanya ada apa, mengapa perilaku sosial menyimpang itu terjadi," kata Nasir dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (29/10).
Dia mengaku tidak menafikan bahwa perilaku keagamaan yang menyimpang berpotensi menjadi radikalisme yang menjurus kepada gerakan terorisme.
Namun, Nasir khawatir memunculkan isu radikalisme secara berlebihan adalah upaya untuk menutup kelemahan pemerintah mengatasi sejumlah masalah yang sebenarnya membutuhkan perhatian serius saat ini.
"Saya curiga isu radikalisme ingin menutup berbagai masalah yang kini tidak kunjung tuntas penyelesaiannya," kata dia.
Ia pun menyatakan bahwa terdapat sejumlah masalah yang wajib dituntaskan agar pemerintahan Jokowi-Ma'ruf saat ini.
Misalnya, menurut Nasir, terkait pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat yang semakin lemah, gerakan separatisme di Papua, kebakaran hutan, kekeringan, hingga krisis hukum dan supremasi hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, menjejali isu radikalisme secara berlebihan akan membuat masyarakat semakin kasihan.
"Kasihan rakyat Indonesia kalau hanya dijejali dengan isu radikalisme. Padahal jumlah pelakunya sangat sedikit dan gerakan mereka juga sudah mampu dilumpuhkan oleh aparat kepolisian dan militer," ujar dia. cnnindonesia.com