Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu meminta keterangan Puan Maharani dan Pramono Anung terkait dengan kesaksian Setya Novanto, yang menyebut dua politikus PDIP itu menerima masing-masing US$500 ribu dari proyek e-KTP.
"Iya (KPK perlu periksa Puan Maharani dan Pramono Anung), kalau untuk soal itu, itu teknis pemeriksaan," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz saat dikonfirmasi, Jumat (23/3).
Donal mengatakan kesaksian Setnov dalam persidangan kemarin wajib ditelusuri KPK karena merupakan fakta baru yang harus diuji kebenarannya.
"Jadi posisi ICW itu, itu informasi awal yang harus diuji kebenarannya. Bagaimana cara mengujinya, KPK harus menelusuri informasi itu untuk mencari tahu apakah informasi itu benar atau tidak, itu yang paling penting," tuturnya.
Selain memeriksa Puan dan Pramono, kata Donal penyidik KPK juga harus mengorek keterangan dari kolega Setnov, Made Oka Masagung, salah tersangka baru e-KTP. Ini karena kesaksian Setnov soal pemberian uang ke Puan dan Pramono berasal dari Oka.
"Tapi yang harus ditelusuri dari Made Oka dulu, itu prinsipnya," kata dia.
Donal menyebut munculnya nama Puan dan Pramono dalam persidangan terdakwa korupsi proyek e-KTP itu menandakan babak baru dalam korupsi proyek e-KTP mengingat kedua tokoh itu belum pernah disebut dalam sidang sebelumnya.
"Bisa dikatakan babak baru, karena keterangan ini kan belum pernah disampaikan oleh saksi-saksi, atau muncul dalam BAP sebelumnya," ujarnya.
Namun, Donal meminta semua pihak untuk tidak buru-buru menyimpulkan kesaksian mantan Ketua DPR itu.
Donal mengatakan KPK perlu diberikan waktu mendalami kesaksian mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
"Enggak perlu kita berspekulasi soal apakah dia punya tujuan sebagai justice collaborator, atau tujuan politik. Menurut saya yang paling penting itu informasi awal yang harus diuji kebenarannya," tuturnya.
Tantang KPK
Sementara itu, kuasa hukum Setnov Maqdir Ismail menantang KPK untuk membuktikan keterlibatan Puan dan Pramono dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
Menurut Maqdir, KPK memiliki penyidik dan penuntut umum untuk mencari bukti-bukti lainnya atas kesaksian Setnov.
"Sekarang tugas KPK yang buktikan (keterlibatan Puan Maharani dan Pramono Anung), kan mereka ada penyidik dan penuntut umum," kata Maqdir saat dikonfirmasi
Menurut Maqdir, kliennya sudah menyerahkan daftar nama para pihak yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP kepada penyidik KPK maupun majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Penyerahan daftar nama-nama itu sebagai bagian pengajuan justice collaborator.
"Sepanjang yang saya ketahui, semua sudah disampaikan Pak Setnov," tuturnya.
Puan maupun Pramono telah membantah kesaksian Setnov terkait aliran uang proyek e-KTP sebesar S$500 ribu. Dua elit Partai Banteng itu mengaku tak pernah berurusan dalam proyek e-KTP selama duduk sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Saat proyek e-KTP bergulir, Puan duduk sebagai Ketua Fraksi PDIP, sementara Pramono menjabat Wakil Ketua DPR. Setnov sendiri ketika itu merupakan Ketua Fraksi Golkar sekaligus Bendahara Umum partai berlambang beringin itu. cnnindonesia.com
"Iya (KPK perlu periksa Puan Maharani dan Pramono Anung), kalau untuk soal itu, itu teknis pemeriksaan," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz saat dikonfirmasi, Jumat (23/3).
Donal mengatakan kesaksian Setnov dalam persidangan kemarin wajib ditelusuri KPK karena merupakan fakta baru yang harus diuji kebenarannya.
"Jadi posisi ICW itu, itu informasi awal yang harus diuji kebenarannya. Bagaimana cara mengujinya, KPK harus menelusuri informasi itu untuk mencari tahu apakah informasi itu benar atau tidak, itu yang paling penting," tuturnya.
Selain memeriksa Puan dan Pramono, kata Donal penyidik KPK juga harus mengorek keterangan dari kolega Setnov, Made Oka Masagung, salah tersangka baru e-KTP. Ini karena kesaksian Setnov soal pemberian uang ke Puan dan Pramono berasal dari Oka.
"Tapi yang harus ditelusuri dari Made Oka dulu, itu prinsipnya," kata dia.
Donal menyebut munculnya nama Puan dan Pramono dalam persidangan terdakwa korupsi proyek e-KTP itu menandakan babak baru dalam korupsi proyek e-KTP mengingat kedua tokoh itu belum pernah disebut dalam sidang sebelumnya.
"Bisa dikatakan babak baru, karena keterangan ini kan belum pernah disampaikan oleh saksi-saksi, atau muncul dalam BAP sebelumnya," ujarnya.
Namun, Donal meminta semua pihak untuk tidak buru-buru menyimpulkan kesaksian mantan Ketua DPR itu.
Donal mengatakan KPK perlu diberikan waktu mendalami kesaksian mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
"Enggak perlu kita berspekulasi soal apakah dia punya tujuan sebagai justice collaborator, atau tujuan politik. Menurut saya yang paling penting itu informasi awal yang harus diuji kebenarannya," tuturnya.
Tantang KPK
Sementara itu, kuasa hukum Setnov Maqdir Ismail menantang KPK untuk membuktikan keterlibatan Puan dan Pramono dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu.
Menurut Maqdir, KPK memiliki penyidik dan penuntut umum untuk mencari bukti-bukti lainnya atas kesaksian Setnov.
"Sekarang tugas KPK yang buktikan (keterlibatan Puan Maharani dan Pramono Anung), kan mereka ada penyidik dan penuntut umum," kata Maqdir saat dikonfirmasi
Menurut Maqdir, kliennya sudah menyerahkan daftar nama para pihak yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP kepada penyidik KPK maupun majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Penyerahan daftar nama-nama itu sebagai bagian pengajuan justice collaborator.
"Sepanjang yang saya ketahui, semua sudah disampaikan Pak Setnov," tuturnya.
Puan maupun Pramono telah membantah kesaksian Setnov terkait aliran uang proyek e-KTP sebesar S$500 ribu. Dua elit Partai Banteng itu mengaku tak pernah berurusan dalam proyek e-KTP selama duduk sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Saat proyek e-KTP bergulir, Puan duduk sebagai Ketua Fraksi PDIP, sementara Pramono menjabat Wakil Ketua DPR. Setnov sendiri ketika itu merupakan Ketua Fraksi Golkar sekaligus Bendahara Umum partai berlambang beringin itu. cnnindonesia.com