Jurnalmsulim.com - Menteri PPN Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, salah satu skema pendanaan pemindahan ibu kota negara berasal dari APBN. Alokasinya pun bukan dari penerimaan murni pajak melainkan berasal dari hasil kerja sama pengelolaan aset negara.
Bambang mengibaratkan kerja sama pengelolaan aset ini seperti halnya tukar guling. Dia mencontohkan, pemerintah bisa mendapatkan sumber penerimaan baru hingga Rp 150 triliun dari gedung alias aset negara yang berlokasi di Jalan Medan Merdeka, Kuningan, Sudirman, Thamrin.
"Jadi ini sifatnya karena ada potensi penerimaan yang besar dari aset Jakarta, maka kita akan mengupayakan agar kerja sama pengelolaan aset di Jakarta bisa dipakai untuk membangun ibu kota baru," kata Bambang di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Tukar guling yang dimaksud, kata Bambang, pihak swasta bisa memanfaatkan aset negara tersebut. Pemanfaatannya berujung pada pemasukan berupa PNBP.
Bahkan, kata Bambang, pihak swasta pun bisa membeli aset negara berupa gedung dengan kompemsasi membangun beberapa fasilitas di lokasi ibu kota negara yang baru nantinya.
"Bisa sewa, bisa yang kerjasama langsung jadi joint venture, bisa juga kalau juga ya dijual atau model dengan dijual dengan kompensasi dia harus bangun fasilitas di ibu kota baru," jelas dia.
PNBP itu, kata Bambang, nantinya akan dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan pemerintah memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke Pulau Kalimantan tanpa harus mengganggu APBN.
Adapun, PNBP dari skema tersebut tidak mengambil porsi penerimaan negara yang murni dari pajak dan bea cukai sebagai modal pemerintah menyusun anggaran belanja.
"Ini bisa menambal kebutuhan APBN. Karena dari rancangan awal kita, tadinya dari APBN diperkirakan dibutuhkan Rp 93 triliun, artinya kalau kita bisa mendapatkan pemasukan Rp 150, artinya kita bisa menutupi seluruh kebutuhan pengeluaran yang memang harus dari APBN," ungkap dia.
Selain APBN, Kepala Bappenas juga bilang bahwa skema pembiayaan pembangunan ibu kota negara bisa dilakukan dengan kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU) dan partisipasi swasta/BUMN. Finance.detik.com
Bambang mengibaratkan kerja sama pengelolaan aset ini seperti halnya tukar guling. Dia mencontohkan, pemerintah bisa mendapatkan sumber penerimaan baru hingga Rp 150 triliun dari gedung alias aset negara yang berlokasi di Jalan Medan Merdeka, Kuningan, Sudirman, Thamrin.
"Jadi ini sifatnya karena ada potensi penerimaan yang besar dari aset Jakarta, maka kita akan mengupayakan agar kerja sama pengelolaan aset di Jakarta bisa dipakai untuk membangun ibu kota baru," kata Bambang di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Tukar guling yang dimaksud, kata Bambang, pihak swasta bisa memanfaatkan aset negara tersebut. Pemanfaatannya berujung pada pemasukan berupa PNBP.
Bahkan, kata Bambang, pihak swasta pun bisa membeli aset negara berupa gedung dengan kompemsasi membangun beberapa fasilitas di lokasi ibu kota negara yang baru nantinya.
"Bisa sewa, bisa yang kerjasama langsung jadi joint venture, bisa juga kalau juga ya dijual atau model dengan dijual dengan kompensasi dia harus bangun fasilitas di ibu kota baru," jelas dia.
PNBP itu, kata Bambang, nantinya akan dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan pemerintah memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke Pulau Kalimantan tanpa harus mengganggu APBN.
Adapun, PNBP dari skema tersebut tidak mengambil porsi penerimaan negara yang murni dari pajak dan bea cukai sebagai modal pemerintah menyusun anggaran belanja.
"Ini bisa menambal kebutuhan APBN. Karena dari rancangan awal kita, tadinya dari APBN diperkirakan dibutuhkan Rp 93 triliun, artinya kalau kita bisa mendapatkan pemasukan Rp 150, artinya kita bisa menutupi seluruh kebutuhan pengeluaran yang memang harus dari APBN," ungkap dia.
Selain APBN, Kepala Bappenas juga bilang bahwa skema pembiayaan pembangunan ibu kota negara bisa dilakukan dengan kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU) dan partisipasi swasta/BUMN. Finance.detik.com